Menelusuri Jejak sejarah Islam tidak mesti di masjid atau makam para penyiar agama. Di Lembah Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), benda-benda peninggalan Islam justru tersimpan di Museum Negeri Sulteng. Bukti peninggalan berupa sejumlah Al Quran tua, kumpulan Lontara, hingga lembaran Kutika masih terjaga dengan baik dan tesusun rapi sebagai lembaran sejarah Islam.

Koleksi Alquran tua yang ditulis dengan tangan itu diperkirakan berumur 200-an tahun. Rata-rata Al Quran berukuran sekitar 30 centimeter kali 40 centimeter dengan tebal kira-kira 10 centimeter. Uniknya Al Quran berisikan ukiran-ukiran floral atau tumbuh-tumbuhan yang digambar di setiap sisi lembaran ayat.

Setiap peralihan juz dalam Al Quran ditemukan satu halaman penuh yang berukiran flora khas Sulteng sebagai penanda halaman. Ukiran floral dengan tiga warna dasar, yakni merah, kuning dan hijau memakai tinta Cina. Kombinasi warna dan ukiran menimbulkan suatu keindahan tersendiri.

Al Quran tua ini telah diteliti oleh Libang Departemen Agama, dan dapat diketahui bahwa ratusan lembar Al Quran yang diperkirakan dibuat pada akhir abad ke-18 itu, dibuat dari kulit kayu beringin. Sementara sampulnya menggunakan kulit binatang.

Al Quran menjadi sangat unik karena menggunakan ukiran khas lokal lembah Palu dan tidak ditemukan Al Quran tua sejenis di Indonesia. Hal ini menjadi sebuah penanda bahwa penyebaran Islam di Indonesia tetap berdampingan dengan budaya yang ada.

Keunikan Al Quran ini kemudian menjadi daya tarik, dan menjadi andalan Museum yang terletak di Jalan Kemiri No. 23 Kamonji, Palu ini, sebagai salah satu destinasi religi dalam menelusuri jejak sejarah Islam. Banyak pengunjung sangat tertarik, dan mencoba untuk memiliki dengan berbagai tawaran harga yang tinggi. Namun, sejarah bukanlah hal yang bisa diperjualbelikan.

Menurut sejarahnya keberadaan sejumlah Al Quran tua tersebut diduga dari masa periode sesudah syiar Islam yang dilakukan oleh Datokarama, yakni pada periodesasi syiar Islam oleh para mubalig bugis, makassar, dan mandar hingga periodesasi mubalig Arab/Yaman.

Selain Al Quran tua (200 tahun), ada juga koleksi Al Quran yang usianya lebih muda, peninggalan abad 19 dan abad 20. Al Quran zaman itu, sudah menggunakan kertas hasil produksi pabrik dari Eropa. Hal itu ditandai dengan adanya cap air atau watermark pabrik kertas yang ada di setiap lembaran Alquran. Meski demikian, ayat-ayat masih ditulis dengan tangan.

Sumber: Majalah Travel Club