Sebuah desa di kaki Gunung Batur, Bali, terasa asri dan tentram. Denyut modernisasi, hiruk-pikuk tren mode dan gaya hidup seakan tidak mempengaruhi 120 keluarga di desa yang masuk wilayah Kabupaten Bangli ini. Desa adat Panglipuran demikian nama desa seluas 4 hektare yang letaknya di atas ketinggian 700 meter dari permukaan laut itu dikenal.

Menara desa adat dibangun di atas tanah tertinggi sehingga para pecalang atau aparat desa dapat mengetahui suasana desa setiap saat.

Nama desa ini berasal dari kata Penglipuran yang berarti relaksasi karena sejak zaman kerajaan sudah menjadi tempat peristirahatan. Kami di sini berusaha melestarikan budaya dan hasil-hasil sastra para leluhur. Kami bersyukur jika pemerintah mau membantu melestarikan sastra dan aksara Bali dengan program bahasa ibu,” ujar tokoh desa Panglipuran, I Wayan Sutan kepada Pembaruan belum lama ini.

Rumah adat Bali di desa Panglipuran yang seluruhnya terbuat dari bambu, ternyata mampu bertahan sampai satu generasi atau sepuluh tahun tanpa tergantung atau memakai bahan dari luar seperti kawat, paku dan sebagainya.

“Anda lihat tiang-tiang rumah dan gerbang pintu masuk desa kami, di sana ada cerita tentang desa kami yang ditulis dengan aksara Bali,” ujarnya.

Dalam penyusuran menapaki desa, tampak seorang pria setengah baya, dengan penuh antusias menulis di atas lontar sebuah kalimat yang menurutnya adalah cerita mengenai perjalanan hidupnya. Made Sudartha (52) nama pria itu, tengah asyik mengajari enam anak muda yang duduk lesehan di atas lampin lusuh, bagaimana menulis dan menyusun kalimat di dalam lontar dengan tepat.

“Membaca dan menulis aksara Bali ini sekarang wajib diketahui anak-anak muda agar sastra dan tulisan Bali tidak punah. Saya sudah punya 15 anak yang mau belajar membaca aksara Bali, saya senang mengajar. Sayangnya masih kurang bacaan aksara Bali yang kami dapat,” ujar Made Sudarha, guru aksara Bali di Desa Panglipuran.

Khusus untuk pelestarian aksara Bali, Gubernur Kepala Daerah Tingkat l Bali telah menge- luarkan Surat Edaran No 01/1995 untuk mengajak seluruh masyarakat Bali, serta mengimbau semua pihak untuk menggunakan tulisan Bali di bawah tulisan latin pada papan nama instansi pemerintah maupun swasta.

Di samping itu, untuk nama-nama hotel, restoran, nama jalan, bale banjar, pura, tempat objek wisata, dan tempat-tempat penting lainnya di seluruh Bali, diimbau untuk memakai tulisan Bali dan tulisan latin. Kelihatannya edaran ini sederhana dan mudah dilakukan, namun sesungguhnya banyak sekali permasalahan yang perlu dikaji lebih mendalam untuk dapat melaksanakan imbauan tersebut sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi berbagai aspek ejaan bahasa Bali, Pasang Aksara Bali untuk unsur bahasa serapan, belum lagi adanya pedoman yang pasti untuk penulisan unsur-unsur yang berasal dan luar bahasa Bali dan lain-lainnya.

Di samping itu, selama ini diketahui aksara Bali hanya dipakai untuk menuliskan bahasa Bali dan bahasa Kawi, Jawa Kuno, terutama untuk tata kehidupan budaya dan masyarakat Bali serta agama Hindu. Dengan adanya ke inginan untuk menuliskan papan nama instansi pemerintah/swasta dengan tulisan Bali di bawah tulisan latin, tentu dituntut adanya satu pedoman untuk pelaksanaannya.

Jalan di Desa Adat Panglipuran tertata rapi dan membuat turis dan wisatawan terasa nyaman berjalan menuju Pura Panglipuran yang terletak di ujung jalan. [Foto-foto: Eko Budi Harsono]

Mendunia

Saat ini, aksara Bali pun sedang diupayakan agar lebih mendunia. Sekarang, aksara Bali sedang diusulkan terdaftar pada Unicode, lembaga standardisasi aksara internasional di Amerika. Jika sudah terdaftar, diharapkan akan memberikan banyak manfaat bagi pelestariannya.

Menurut Pimpinan Yayasan Bali Galang, Donny Harimurti, sastra Bali saat ini sedang menuju internasionalisasi aksara Bali ke standar ISO 10646. “Kami sedang dalam proses pendaftaran,” ujarnya.

Senada dengan itu, aktivis budaya Bali, Ida Bagus Sudewa mengatakan, jika aksara Bali sudah terdaftar pada Unicode, huruf Bali akan bisa diketik di komputer pada semua editor, bukan hanya pada program Microsoft Word. Selain itu, aksara Bali bisa diproses secara sempurna dan bisa ditampilkan di internet serta dapat dipakai untuk menulis e-mail. Selebihnya, bisa ditransliterasikan secara otomatis ke huruf latin, di samping bisa disimpan pada database komputer. Jika sudah terdaftar, aksara Bali akan memiliki character set yang standar dan final.

Upaya melestarikan budaya aksara Bali bisa dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dari perawatan lontar secara baik dan benar sampai dengan penyimpanan dalam microfilm dan CD-Rom. Akan tetapi satu-satunya metode pelestarian yang tak diragukan keefektifannya adalah penyimpanan aksara Bali dalam hati dan pikiran manusia Bali itu sendiri. Media bisa saja rusak, microfilm dan CD-Rom bisa terbakar, tetapi jika manusia Bali fasih membaca dan menulis aksara Bali maka aksara Bali akan lebih lestari.

Kadis Kebudayaan Bali Nyoman Nikanaya mengatakan pelestarian aksara dan bahasa Bali sudah gencar dilakukan. Bahkan sudah ada peraturannya yakni Perda No 3/1992. Namun, dalam pelaksanaannya masih ditemukan berbagai kendala. Bersyukur akhir-akhir ini tradisi nyastra mulai tumbuh, sekaa-sekaa pesantian bermunculan, membuat pemakaian bahasa dan aksara Bali makin diminati.

Sementara itu, Direktur Keaksaraan, Dr Sujarwo menegaskan pihaknya sangat mendukung upaya bahasa ibu di daerah. “Saya terkesan jika memang bahasa ibu dapat mendukung upaya pelestarian aksara daerah. Memang kendala terbesar dalam pengentasan buta aksara bagi masyarakat tradisional dan komunitas budaya adalah kurangnya bahan bacaan. Selain itu, perlu ada tutor atau guru yang gigih dan konsisten untuk mengabdi ke pelosok-pelosok desa dalam memberantas buta aksara. Saya akan mencoba untuk bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi untuk menerbitkan koran atau media berbahasa daerah agar masyarakat yang telah bebas buta huruf dapat terus membaca,” ujarnya.

Aksara dan bahasa ibu, boleh jadi menjadi daya tarik pariwisata bagi masyarakat Bali. Bali dan pariwisata tidak bisa dipisahkan. Sebagai daerah tujuan wisata utama, kekayaan dan keindahan alam serta keunikan seni budayanya menjadi daya tarik utama. Oleh karena itu sektor pariwisata menjadi andalan bukan hanya oleh Pemerintah Provinsi Bali tapi juga seluruh lapisan masyarakatnya banyak berharap dari sektor jasa ini untuk menggerakkan roda perekonomian.

Apa yang dilakukan Pemprov Bali maupun masyarakat untuk membangun pariwisata sebenarnya merupakan langkah tepat. Mengingat potensi Bali bukan di pertambangan atau energi, melainkan di pariwisata melalui budaya, seni, adat-istiadat dan keindahan alamnya. Pulau Bali memiliki penduduk yang cukup padat sebagian besar, 95 persen penduduk pulau ini adalah orang Bali yang menganut agama Hindu Bali sisanya berasal dari berbagai daerah di Indonesia khususnya Jawa, Sumatera dan Nusa Tenggara.

Bagi masyarakat Bali, seni telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Seni selalu dibutuhkan dan selalu ada dalam setiap kegiatan kemasyarakatan di Bali apakah itu kegiatan keagamaan, sosial, budaya dan lain-lain. Kegiatan mengukir dan melukis selalu dilakukan dalam setiap acara sosial atau keagamaan.

Desa adat merupakan lembaga tradisional masyarakat Bali khususnya umat Hindu yang dileng-kapi dengan struktur kepengurusan atau prajuru adat dan masyarakatnya adalah masyarakat adat. Pesamuan atau paruman krama adat merupakan keputusan ter- tinggi dalam desa adat yang sangat demokratis, transparan, otonom dan aspiratif. Juga dilengkapi perangkat hukum yang disebut awig-awig yang sangat dihormati dan dipatuhi.

Apakah keberadaan desa adat seperti tersebut dapat diterima oleh pemerintah dalam membuat kebijakan atau mengatur masyarakat secara umum. Sekarang saja banyak kebijakan pemerintah yang ditentang oleh desa adat. Contoh, kasus Tanah Lot, Besakih, LC Renon, Padanggalak, dan lain-lain.

Sebuah pintu masuk di setiap rumah disertai lontar atau aksara Bali yang bercerita tentang latar belakang rumah dan penghuninya.

Sebuah pemandangan indah dengan latar belakang Danau dan Gunung Batur yang terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

Wisata Bangli

Salah satu daerah yang mengemas potensi wisatanya secara cerdik di Bali adalah Kabupaten Bangli. Bangli adalah kota yang bersih dan rapi serta banyak memiliki sejumlah pura yang menarik antara lain Pura Kehen yang merupakan pura terbaik di timur Bali. Bangli mudah dicapai dengan kendaraan umum karena terletak pada jalan raya antara terminal Batubulan di Denpasar dan objek wisata Gunung Batur melalui Penelokan.

Kabupaten Bangli merupakan satu-satunya Kabupaten di Provinsi Bali yang tidak mempunyai wilayah laut, namun demikian Kabupaten Bangli menyimpan sejumlah potensi seperti keindahan panorama Gunung dan Danau Batur yang terletak di Kecamatan Kintamani.

Danau Batur, di bawah bukit terjal, sebuah desa yang dinamakan Desa Trunyan yang dihuni oleh masyarakat Bali Aga yang merupakan penduduk asli Bali sebelum kedatangan orang-orang Majapahit. Di dekat Trunyan, di Tuban, terdapat kompleks pemakaman orang Bali Aga yang hanya dapat dicapai dengan perahu motor.

Masyarakat Trunyan tidak membakar atau menguburkan mayat anggota masyarakat yang meninggal, tetapi hanya meletakkan di dalam sebuah kurungan bambu, mayat itu akan hancur dengan sendirinya, namun anehnya tidak menyebarkan bau busuk.

[Pembaruan/Eko B Harsono]