Bali memang pantas disebut sebagai tempat tujuan wisata internasional. Kendati pulau ini hanya berluas 5.632,86 km2, bahkan hanya 0,29 persen dari luas Nusantara, namun memiliki keindahan alam serta budaya yang adiluhung. Wisatawan pun akhirnya menyebut Bali sebagai surganya dunia.

Pergelaran tari, warisan seni budaya adiluhung, ditampilkan setiap hari di Bali Classic Centre, Banjar Nyuhkuning, Ubud, yang resmi dibuka untuk umum Minggu (23/7). [Pembaruan/Nyoman Mardika]

Keindahan pulau yang disebut juga sebagai pulau “Seribu Pura” ini semakin lengkap karena diimbangi dengan keramahan penduduk serta fasilitas pariwisata yang memadai. Objek wisata serta sarana penunjang kepariwisataan di tempat ini, boleh dibilang paling lengkap dibandingkan dengan daerah kawasan wisata lainnya. Hampir semua unsur wisata, lengkap ada di dalamnya, mulai dari danau, sungai, gunung dan kawasan hutan yang membujur dari arah barat ke timur, memenuhi pulau ini, menyajikan pemandangan alam yang mengesankan.

Dengan objek wisata yang beraneka ragam itu, pelancong akan selalu menemukan suasana baru serta atraksi yang unik dan menarik untuk dinikmati. Seperti misalnya objek wisata Taman Burung di Batubulan, Garuda Wisnu Kencana di Bukit Jimbaran, Kuta, serta beberapa objek wisata lainnya.

Kini, objek wisata di Bali bertambah satu lagi, yaitu Bali Classic Centre (BCC). Objek wisata ini menyuguhkan atraksi warisan seni budaya, termasuk tradisi kehidupan masyarakat yang kini mulai ditinggalkan. Selain itu di objek wisata baru ini juga digelar berbagai industri kerajinan seperti cara membuat keris, kerajinan bambu, kayu, padas serta kerajinan lainnya.

“Objek wisata ini sangat mirip dengan taman rekreasi ‘Bali Mini’ yang dibangun di atas lahan seluas lima hektare di Banjar Nyuhkuning, Ubud, tepatnya sebelah selatan Monkey Forest tempat berkeliarannya ratusan kera,” tutur perintis sekaligus pemilik BCC, Pande Ketut Krisna, SE kepada Pembaruan, pekan lalu.

BCC katanya, mulai dibangun sejak lima tahun lalu dan mulai ujicoba dibuka, sejak Maret lalu. Sejak Minggu (23/7) BCC resmi dibuka untuk umum sebagai tempat alternatif be

rwisata.

Taman rekreasi baru ini menekankan pada penataan lingkungan yang lestari. Merupakan suatu area yang dikitari sawah dan hutan yang menghijau, tempat ini menyuguhkan berbagai atraksi budaya yang unik. Pengembangan objek wisata yang berbasis kerakyatan, antara lain menyuguhkan proses merangkai janur, kesenian tari, tabuh dan pedalangan serta proses pengolahan hasil-hasil pertanian secara tradisional.

Pande Ketut Krisna yang merintis kariernya sebagai pedagang cenderamata di sejumlah objek-objek wisata tahun 1980an itu berobsesi ingin punya objek wisata yang bisa merangkul masyarakat sekitarnya untuk menyuguhkan demonstrasi aktivitas masyarakat Bali yang kini mulai ditinggalkan. Misalnya, aktivitas keseharian itu antara lain menumbuk padi secara tradisional dengan menggunakan “lesung” yang ditumbuk “luwu” yang sudah jarang digunakan.

Contoh lainnya, proses pembuatan minyak kelapa sawit secara tradisional sudah sangat langka, karena untuk praktisnya, masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari menggunakan minyak kemasan produksi pabrik. “Semua kehidupan tradisional masyarakat Bali akan diperagakan setiap hari di BCC, termasuk pementasan aneka jenis kesenian,” kata Ketut Krisna juga mengelola toko seni “Galuh” di kawasan Batubulan.

Pria 60 tahun ini sebenarnya ingin menginvestasikan dananya untuk membangun rumah penginapan. Namun, dengan pertimbangan jumlah kamar hotel di Bali sudah berlebih dan persaingan yang sudah semakin ketat, diputuskanlah untuk merintis BCC. “Kalau di Jakarta ada Taman Mini Indonesia. Saya ingin di Bali juga ada Taman Mini Bali,” tambahnya.

Pemandangan umum yang menyebabkan Bali disebut Pulau ?Seribu Pura?. [Foto: Istimewa}

Unik

Dijelaskan pula, bahwa di objek wisata tersebut secara rutin setiap hari disuguhkan pementasan yang khas dan unik “Gebug Seraya”, kesenian khas dari Desa Seraya, Kabupaten Karangasem. Sebanyak 24 seniman, 12 orang di antaranya sebagai seniman yang siap bertarung, yang masing- masing menggunakan senjata pen- tungan dari rotan serta membawa alat penangkis menghadapi serangan musuh.

Pertarungan dalam kemasan kesenian yang diiringi instrumen musik tradisional gamelan itu hanya dimainkan oleh seniman dari Desa Seraya. Keunikan kesenian Gebug Seraya itulah yang dijadikan andalan dalam menghibur pengunjung, selain suguhan jenis kesenian lainnya seperti tari kecak, barong, Sanghyang Jaran dan tari kreasi.

Untuk menggelar berbagai kesenian tradisional Bali di objek wisata ini dibangun panggung tempat pementasan berarsitektur Bali dengan pertamanan dan lingkungan yang tertata apik. Lewat panggung ini, penyuguhan atraksi seni budaya kepada wisa- tawan dapat dimaksimalkan. [Pembaruan/Nyoman Mardika]