Gerbang Selatan atau "The Great Gate" menyambut kedatangan para pelancong yang berkunjung ke Benteng Marlborough atau Fort Marlborough, salah satu daya tarik wisata Bengkulu yang terletak di sekitar Kampung Cina, Kota Bengkulu.

Gerbang Selatan atau "The Great Gate" menyambut kedatangan para pelancong yang berkunjung ke Benteng Marlborough atau Fort Marlborough, salah satu daya tarik wisata Bengkulu yang terletak di sekitar Kampung Cina, Kota Bengkulu.

Bengkulu tidak bisa dilepaskan dari catatan sejarah. Selama berabad-abad kolonialisme Belanda di Indonesia, hanya Bengkulu satu-satunya wilayah yang berada di bawah kekuasaan Inggris. Daerah penghasil lada itu dijadikan pusat operasi perusahaan Inggris di Sumatera, sebelum akhirnya diserahkan kepada Belanda pada Tahun 1819. Inggris, penguasa kolonial di Bengkulu sejak 1685, memilih hengkang dan mendirikan koloni baru di Malaka, yang belakangan dipecah jadi dua wilayah, yakni Malaysia dan Singapura.

Rumah masa kecil Bu Fatmawati Soekarno (Bu Fat) di Bengkulu. Berbagai barang pribadi, termasuk mesin jahit Bu Fat yang digunakan menjahit bendera pusaka, masih tersimpan di salah satu ruangan rumah masa kecil Ibu Negara yang pertama.

Rumah masa kecil Bu Fatmawati Soekarno (Bu Fat) di Bengkulu. Berbagai barang pribadi, termasuk mesin jahit Bu Fat yang digunakan menjahit bendera pusaka, masih tersimpan di salah satu ruangan rumah masa kecil Ibu Negara yang pertama.

Bengkulu juga dipandang sebagai daerah yang sangat bersejarah karena dijadikan tempat pengasingan sejumlah pejuang kemerdekaan bangsa, salah satunya Bung Karno.

Singgah ke Bengkulu belum lengkap jika tidak menelusuri jejak cengkeraman kolonialisme di daerah tersebut hingga menjelang kemerdekaan.

Benteng Marlborough atau Fort Marlborough, di sekitar Kampung Tionghoa di Kota Bengkulu, jadi salah satu daya tarik wisata yang paling diminati para pelancong yang singgah ke Bengkulu. Tembok benteng yang melengkung dan tampak tetap kokoh meskipun dibangun pada abad ke-18 menyambut kedatangan para pelancong yang masuk dari arah gerbang selatan atau The Great Gate dengan melintasi jembatan di atas sebuah parit kering.

Tiga buah makam kuno yang berjajar di dekat gerbang luar daerah lengkungan benteng langsung menyita perhatian pelancong yang datang. Thomas Parr, seorang residen, adalah salah satu dari tiga orang yang dimakamkan di sana. Parr tewas dibunuh pada 23 Desember 1807. “Ia (Parr) dibunuh rakyat Bengkulu akibat kekejaman saat memerintah,” kata Dicky Diantoro (27 tahun), warga sekitar benteng yang menemani SP berkeliling Fort Marlborough ketika singgah ke Bengkulu beberapa waktu lalu. Charles Murray, yang ikut tewas terbunuh ketika berusaha menyelamatkan Parr, dimakamkan tepat di sisinya. Tidak diketahui siapa yang dikubur di makam yang ke-3.

Parr sengaja dikubur di dalam benteng agar makamnya tidak dirusak masyarakat. Makam Parr dikhawatirkan dibongkar oleh masyarakat apabila dia dikebumikan di kuburan Inggris. “Masyarakat dulu memang pendendam. Kalau tidak dapat hidupnya, ya matinya,” tutur Dicky. Maka demi keamanan, jasad mereka dimakamkan di da-lam benteng. Di sekitar benteng dibangun kanal atau parit kering sedalam 1,8 meter dan lebar 3,6 meter. yang digali pada 1759 untuk menghambat musuh yang ingin menyerang benteng. Tembok benteng sengaja dibuat tinggi sehingga semakin menyulitkan orang- orang yang ingin memanjatnya.

Pembangunan benteng berlangsung selama empat tahun. Tahap pertama selesai pada 1718. Nama Marlborough sengaja dipilih untuk menghormati John Churchill, Duke of Marlborough pertama yang menjadi pahlawan perang Inggris di Eropa.

Empat batu nisan kuno yang berukuran besar teronggok tidak jauh dari gerbang. Dua nisan, yang ditemukan di pemakaman Inggris asli di daerah Pasar Bengkulu, diperuntukkan bagi Thomas Shaw yang meninggal pada 1704 dan Deputi Gubernur Richard Watts yang meninggal setahun sesudahnya. Dua prasasti lain, yang ditemukan di pemakaman Inggris lainnya, diperuntukkan bagi Kapten Thomas Cuney, meninggal pada 17 Februari 1737, yang ikut terlibat pembangunan Benteng Marlborough dan Henry Stirling, seorang pegawai sipil East India Company sekaligus anggota Majelis di Bengkulu, yang meninggal pada 1 April 1744, ketika ia masih berusia 25 tahun.

Di Bengkulu, orang-orang Eropa mati kebanyakan bukan karena perang, melainkan akibat didera sakit malaria. Ya, Bengkulu adalah daerah endemik malaria. Banyak prajurit dan pegawai sipil meninggal karena sakit. Tidak heran banyak tokoh pergerakan nasional dibuang ke Bengkulu, yang dikuasai Inggris sejak kedatangan Ralph Ord, wakil dari East India Company, sebuah perusahaan dagang Inggris di Hindia waktu itu, pada 12 Juli 1685.

Pemandangan menarik tampak di salah satu ruangan yang merupakan tempat tahanan militer. Sebuah gambar kompas tertoreh di salah satu dinding tahanan. Kompas ternyata dibuat oleh seorang Belanda yang ditahan di benteng. Ia membuat kompas untuk menghilangkan kejenuhan. Tahanan Belanda itu sempat menuliskan alasan mengapa ia membuat kompas. Tulisan itu ditemukan pada waktu benteng dipugar pada 14 Oktober 1983.

Menurut Harjati Soebadio, yang menerjemahkan tulisan tersebut, orang Belanda itu mengatakan: “Barang siapa yang melihat kompas ini, janganlah memarahi yang membikin coretan ini. Ingatlah bahwa kesengsaraan dan waktu yang membikin saya mencoret-coret di sini dan waktu saya menulis ini”.

India

Meskipun Bengkulu berkali-kali diguncang gempa, benteng tetap kokoh. Dinding benteng yang setebal tiga meter dibangun tanpa menggunakan konstruksi tiang besi sama sekali. Juga tidak menggunakan semen. Jadi, sama halnya orang-orang Jawa kuno, benteng dibangun dengan menggunakan campuran batu gamping, batu bata merah, dan batu kapur. Orang Jawa sering menyebut adonan tersebut dengan istilah “semen merah”.

Fort Marlborough adalah benteng Inggris ke-2 di wilayah Hindia setelah benteng di Madras, India. Inggris membangun bentengnya di Bengkulu tanpa menggunakan kuli dari Indonesia, melainkan didatangkan langsung dari India. Mereka ternyata tidak pernah dipulangkan kembali ke kampung halaman. Tak mengherankan apabila di Bengkulu ada yang disebut dengan Kampung Keling.

Kasubdin Bina Pariwisata Provinsi Bengkulu Suparhim SE mengatakan, Fort Marlborough salah satu tempat wisata di Bengkulu yang sangat diminati para pelancong mancanegara. Benteng Marlborough adalah salah satu peninggalan Inggris di Bengkulu, kota pantai tua, selain monumen Thomas Parr, tugu Hamilton, serta kuburan Inggris.

“Bengkulu merupakan provinsi di Indonesia yang pernah menjadi bagian dari pemerintahan Inggris pada abad ke-18,” kata Suparhim, menjawab SP. Rafflesia Arnoldy, bunga terbesar di dunia berdiameter sekitar satu meter, ditemukan ketika Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles berkuasa pada1818-1821. Bunga tersebut dinamai sesuai nama penemunya yakni Raffles dan Dr Arnoldi, seorang ahli botani.

Sejarah perjuangan bangsa juga terekam kuat di Bengkulu dengan keberadaannya sebagai tempat pembuangan Sentot Alibasyah, panglima perang Pangeran Diponegoro. Bung Karno, yang akhirnya akan menjadi Presiden RI pertama, juga pernah diasingkan di Bengkulu. Di sanalah ia bertemu dengan Fatmawati, yang kelak menjadi Ibu Negara sekaligus dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. [SP/Elly Burhaini Faizal]