Masyarakat Kecamatan Pameungpeuk bergotong royong membangun pembatas laut (ombak) dengan Pantai Santolo. Tampak batu-batu disusun rapi oleh masyarakat setempat menjelang HUT ke-64 Kemerdekaan RI, Minggu (16/8).

Masyarakat Kecamatan Pameungpeuk bergotong royong membangun pembatas laut (ombak) dengan Pantai Santolo. Tampak batu-batu disusun rapi oleh masyarakat setempat menjelang HUT ke-64 Kemerdekaan RI, Minggu (16/8).

Sejumlah objek wisata di Kabupaten Garut, Jawa Barat telah menjadi perhatian para wisatawan, baik domestik maupun asing. Selain keindahan alam pegunungan berupa kebun teh dan sumber air panas, ada sejumlah objek wisata laut yang cukup menarik, di antaranya seperti di Pulau Santolo di Kecamatan Pameungpeuk, Garut Selatan.

Tiga bocah dari Desa Mancagahar, Kecamatan Pameungpeuk, tampak bermain-main dengan ombak yang tengah membubung tinggi di Pulau Santolo Minggu (16/8).

Tiga bocah dari Desa Mancagahar, Kecamatan Pameungpeuk, tampak bermain-main dengan ombak yang tengah membubung tinggi di Pulau Santolo Minggu (16/8).

Menuju Pulau Santolo tidaklah sulit. Dari Jakarta langsung ke Garut, lewat jalan tol Cikampek – Cipularang, keluar pintu Cileunyi, lalu mengambil arah ke Nagrek, dan langsung menuju Kota Garut. Sedangkan bila dari Garut, bisa mengambil rute ke arah Cikajang, lalu ke Cisompet, dan terus ke selatan menuju Pameungpeuk.

Tetapi, sebelum menuju pantai selatan,

Di Pulau Santolo, ada gua bernama Gua Belanda. Banyak wisatawan tidak mengenalinya. Gua tersebut sehari-hari dipakai oleh penjual keliling untuk menjual barang dagangannya pada Minggu (16/8).

Di Pulau Santolo, ada gua bernama Gua Belanda. Banyak wisatawan tidak mengenalinya. Gua tersebut sehari-hari dipakai oleh penjual keliling untuk menjual barang dagangannya pada Minggu (16/8).

sebaiknya menikmati terlebih dahulu panorama kebun teh di pegunungan. Ada sejumlah kebun teh dengan pemandangan yang sangat indah. Di sana ada Perkebunan Teh Dayeuh Manggung, ada perkebunan teh milik PTP Nusantara VIII Persero yang terletak di Desa Subatan, Kecamatan Cilawu, dan ada perkebunan teh Megawati. Konon, perkebunan teh Megawati ini diberi nama oleh Presiden Soekarno, setelah rasionalisasi dari perkebunan milik Belanda.

Seorang Belanda bernama Karel Frederik Holle (1829-1896), adalah pengusaha perkebunan teh di Cikajang, Begitu hebatnya pengusaha teh ini sehingga namanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan di Garut bernama Jalan Holle. Bahkan, ada patung Holle setengah badan di alun-alun kota Garut. Dialah yang membuat perkebunan teh di Garut begitu indahnya dan bisa dinikmati oleh banyak orang.

Di perkebunan teh Dayeuh misalnya, yang terletak di hamparan kaki Gunung Cikuray dengan ketinggian 1.800 meter dari permukaan laut ini, orang bisa menikmati panorama pegunungan yang luar biasa indah. Itu sebabnya hampir setiap akhir pekan, daerah yang dikelilingi oleh Gunung Guntur, Gunung Galunggung, Gunung Papandayan, dan Gunung Cikuray ini, ramai pada waktu siang ataupun malam hari. Hal serupa juga akan dijumpai di areal perkebunan teh milik PTP Nusantara VIII Persero.

Salah seorang petugas sedang mencatat pergerakan gempa (tsunami) di stasiun anti-tsunami di Pulau Santolo. Di belakangnya, tampak tembok pembendung ombak. Itulah batas pembatas dermaga yang menjadi pelabuhan ekspor milik Belanda yang dibangun tahun 1850.

Salah seorang petugas sedang mencatat pergerakan gempa (tsunami) di stasiun anti-tsunami di Pulau Santolo. Di belakangnya, tampak tembok pembendung ombak. Itulah batas pembatas dermaga yang menjadi pelabuhan ekspor milik Belanda yang dibangun tahun 1850.

Pulau Santolo

Setelah menikmati udara pegunungan, orang bisa langsung menuju wisata laut di selatan Garut yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia. Perjalanan dari Garut hingga ke Santolo sekitar 3 jam. Sebelum mencapai Santolo, orang mesti melewati Pantai Shayangheula, yang berada di depan perkantoran Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional). Dari tempat itu, para wisatawan bisa menggunakan perahu untuk menyeberang ke Pulau Santolo. Jaraknya tidak jauh, hanya sekitar 50 meter. Hanya dengan harga sewa perahu Rp 2.000 orang sudah mendaratkan kakinya di pulau itu.

Tampak perahu nelayan sedang berlabuh di dermaga Pantai Santolo. Perahu-perahu ini, selain mencari ikan, juga menjadi alat penyeberang ke Pulau Santolo dengan tarif Rp 2.000 per orang.

Tampak perahu nelayan sedang berlabuh di dermaga Pantai Santolo. Perahu-perahu ini, selain mencari ikan, juga menjadi alat penyeberang ke Pulau Santolo dengan tarif Rp 2.000 per orang.

Palau ini termasuk pulau yang paling dekat dengan Pulau Christmas milik Australia. Jaraknya 40 mil laut atau sekitar 64 kilometer.

Deburan ombak pantai selatan yang ganas, menjadi salah satu hiburan yang menarik di pulau itu. Pulau dengan luas 40 hektare dan dihuni oleh 24 pengelola warung wisata ini dulunya merupakan salah satu pelabuhan ekspor di Garut, Jawa Barat. Pelabuhan ekspor ini didirikan oleh Belanda sekitar tahun 1850-an, mengekspor hasil bumi berupa karet, hasil teh milik Belanda, dan hasil bumi lainnya. Tanda bahwa di pulau ini menjadi pelabuhan penting, dan ditempati oleh Belanda adalah masih tersisanya bekas tembok dermaga. Tembok itu sekaligus berfungsi membentengi areal pelabuhan dari derasnya ombak Samudra Hindia.

Di dalam pulau itu, ada Gua Belanda. Bisa jadi ketika itu gua tersebut menjadi tempat persembunyian pejabat penting Belanda pada masa pergolakan tahun 1940-an. Hal ini diakui pula oleh salah satu Guru Besar Bidang Teknologi Pertanian Universitas Pasundan, Prof Dr H M Iyan, Sofyan, M. MS yang berasal dari Kecamatan Cisompet, Garut.

Menurut Prof Iyan, banyak orang Belanda yang ingin lari ke Australia dengan menggunakan perahu buatan sendiri. “Waktu saya berkesempatan ke Perth, Australia, di sana ada daftar nama orang Belanda dari Garut yang meninggal di laut,” tuturnya.

Berjalan mengitari pulau itu, orang akan menjumpai sejumlah warung-warung wisata. Biasanya di setiap warung, pemiliknya mendirikan lagi tenda-tenda. Orang yang membeli makanan, bisa memakannya di warung, bisa pula makan di tenda, sambil menikmati indahnya laut selatan dengan ombak besar berketinggian sekitar 2-3 meter ini.

Menurut seorang pemilik warung di Pulau Santolo, Ade Supriatna dan istrinya, Neng Cucu, turis-turis dari Belanda, Australia, Kanada, dan Jepang sangat menyukai pulau itu. Mereka datang ke pulau ini biasanya untuk olahraga surfing (berselancar). Banyak dari mereka menyesalkan mengapa Pemerintah Daerah Garut belum melihat potensi besar yang dimiliki pulau tersebut?

Para turis itu selalu bilang, tempat ini jauh lebih baik dari Pantai Pangandaran. Namun, bagaimana bisa mengundang wisatawan asing, kalau listrik saja belum masuk ke pulau itu, keluh Neng Cucu dan suaminya. Orang mau menginap di sini, tetapi untuk charge baterai saja tidak bisa. Nonton televisi pun tidak. Padahal, para turis dari Belanda, Kanada, dan Jepang, rutin datang setiap April hingga Juni untuk menikmati olahraga berselancar.

Mungkin ini menjadi tugas Dinas Pariwisata Jabar, mungkin KONI Jabar atau mungkin Kantor Mennegpora untuk membangun fasilitas berselancar di pulau itu. Siapa tahu, dengan membangun fasilitasnya, para turis semakin banyak datang, dan bahkan bisa menggelar kejuaraan berselancar berskala internasional. Itulah impian sebagian besar pengelola warung wisata di pulau itu.

Hingga saat ini, Pemerintah Daerah Garut baru sampai pada upaya menarik minat wisatawan melalui berbagai kegiatan, seperti lomba gerak jalan berskala nasional, dan sejumlah kegiatan lainnya seperti pada HUT ke-64 RI yang lalu. Mungkin setelah itu barulah dibangun infrastrukturnya, agar Pulau Santolo dapat menjadi tempat peristirahatan, dan tempat rekreasi yang menarik bagi para wisa-tawan lokal dan asing. Dengan demikian, Pantai Santolo bisa menjadi daerah kunjungan wisata terbaik setelah daerah wisata lainnya di Jawa Barat. [Suara Pembaruan/Mike Wangge]