BATAM cocok juga sebagai tempat wisata konvensi. Pulau yang kini jadi kawasan industri terkemuka di Asia Tenggara itu memiliki berbagai fasilitas, terutama ruang pertemuan di hotel. Tidak terlalu sulit untuk mencapai Batam, baik dari Indonesia maupun dari luar negeri melalui Singapura.

jembatan-batamBATAM-GALANG – Salah satu jembatan yang menghubungkan Pulau Batam dengan Pulau Galang dengan bentuk menarik. Di antara Batam dan Galang terdapat beberapa pulau yang dihubungkan dengan enam jembatan.

Sebagai kawasan industri, kota yang memiliki infrastruktur memadai itu dapat dicapai dengan mudah dari berbagai kota di Indonesia dan luar negeri, baik melalui udara maupun laut.

Dalam hitungan belasan menit, pulau ini dapat dicapai dari Singapura melalui transportasi laut. Pulau ini juga memiliki pesona alam yang tak kalah menariknya, seperti alam dan pantai serta beragam seni budaya.

Yang lebih unik lagi, sudah pernah warga Singapura menyelenggarakan resepsi perkawinan di Batam. Itu bisa terlaksana karena feri yang menghubungkan Batam dengan Singapura beroperasi dari pukul 06.00 hingga 23.00. Tidak ada masalah karena tersedia banyak alat angkut yang cepat, aman, dan nyaman.

Sebagai kawasan industri terkemuka, memang Batam didesain pula sebagai tempat berwisata. Pulau yang sebelum tahun 1971-an masih belum berkembang dan kini menjadi “mesin” penghasil devisa bagi negara itu, juga didisain sebagai kota perdagangan dan alih kapal. Fungsi sebagai pusat pariwisata, alih kapal, dan perdagangan jelas dimaksudkan untuk mendukung pulau ini sebagai kawasan industri.

Dengan dibangunnya berbagai kawasan industri yang dihuni ratusan perusahaan besar, baik dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), maka pulau ini pun berkembang pesat. Baik dari sudut pertumbuhan ekonomi maupun penduduk. Kawasan industri menjadi magnit atau daya tarik bagi tumbuh-kembangnya subsektor lainnya, termasuk berkembangnya usaha skala kecil dan menengah.

Oleh karena itulah pulau ini pun berkembang sebagai kawasan wisata. Wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnu) terus mengalir ke sana. Derap pertumbuhan industri dan perdagangan di kota yang bertetangga dengan Singapura itu juga memajukan pariwisata. Wisatawan masuk melalui beberapa pelabuhan laut dan Bandar Udara (Bandara) Hang Nadim.

Beberapa Pelabuhan

Di pulau yang luasnya sekitar 415 km2 itu terdapat beberapa pelabuhan, antara lain, Sekupang, Batu Ampar, Kabil, dan Nongsa. Dari pelabuhan-pelabuhan ini setiap hari puluhan kapal/feri bertolak ke berbagai tempat di Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Malaysia, dan Singapura. Sebaliknya puluhan angkutan laut tiba di Batam dari berbagai tempat.

Memang tidak sulit menginjakkan kaki di pulau ini. Melalui transportasi udara dari Jakarta, misalnya, kota ini dapat dicapai hanya sekitar 1 jam 30 menit. Bahkan dengan menggunakan feri dari Singapura kota ini dapat dicapai kurang sekitar 20 menit. Dengan demikian kota di Selat Melaka ini tergolong strategis dan potensial.

Sebagai kawasan wisata, tentu kota ini memiliki berbagai objek baik itu yang berhubungan dengan alam, sejarah, maupun seni budaya. Pantai dan laut, yang menawan bagi mereka yang hobi menyelam, merupakan andalan kota ini. Dengan kata lain, kota ini menawarkan wisata bahari yang menawan.

Bagi wisatawan yang senang berbelanja, kota ini menawarkan berbagai tempat yang menjual produk dalam negeri dan impor. Kota ini memiliki berbagai kawasan tempat perbelanjaan, seperti Nagoya, Sei Jodoh, Batam Center, dan banyak lagi. Berbagai bangunan rumah dan toko (ruko) di pinggir jalan menjual berbagai jenis barang, mulai dari sembilan bahan pokok (sembako) hingga alat-alat musik. Mulai dari pecah belah hingga kerajinan tangan. Mulai dari pakaian bekas hingga alat-alat berat.

Soal hotel dan restoran, banyak yang berstandar internasional dan nasional. Hotel berbintang terdapat di kawasan-kawasan strategis. Begitu juga rumah makan bertebaran di mana-mana. Panorama alam terutama pulau dan lautnya serta kehidupan keseharian di pulau-pulau kecil itu, yang masih menyisakan suasana tradisional, juga merupakan penggerak utama roda pariwisata di Batam dan sekitarnya.

Lalu ada pula Bukit Senyum yang pada malam hari ramai pengunjung. Ini benar-benar bukit alam, yang masih asri. Pada malam hari dari bukit ini dapat disaksikan gemerlapnya lampu-lampu Kota Singapura.

Wisatawan dari Malaysia dan Singapura terutama pada akhir pekan mengalir ke pulau ini. Mereka pun meramaikan sejenak kehidupan di Batam, yang juga berarti meninggalkan sebagian dari uangnya di Batam. Kedatangan wisatawan ini tentu saja meningkatkan denyut kegiatan di hotel, pusat perbelanjaan, rumah makan, tempat hiburan dan lainnya. Banyak yang datang pada hari Jumat dan pulang Minggu. Tidak sedikit pula yang melancong dua hari satu malam.

Dua wisatawan dari Singapura yang ditemui di salah satu restoran di Nagoya, salah satu pusat keramaian di Batam, baru-baru ini, berpendapat, bagi mereka Pulau Batam tetap menarik. Kota yang belum “diganggu” oleh kemacetan lalu lintas itu menawarkan berbagai pesona. Kota ini dianggap pula sebagai tempat menyenangkan untuk berbelanja. Harga barang-barang, termasuk sandang, dinilai murah. Begitu juga makanan dengan berbagai aneka tersedia dengan harga yang terjangkau. Hidangan hasil laut berupa ikan di rumah makan besar dan kecil menjadi daya tarik. Katakanlah hidangan ikan asam pedas merupakan salah satu favorit di kawasan ini. Maka tak heran kalau banyak restoran menghidangkan jenis masakan ini. “Jangan tinggalkan Batam sebelum menyantap ikan asam pedas dan gonggong (jenis kerang). Jangan pula lupa ke Nagoya,” kata seorang rekan di Jakarta yang sering bepergian ke Batam.

Sejak awal, memang Batam dipersiapkan sebagai salah satu tujuan wisata. Seperti dikemukakan Ismeth Abdullah, Pulau Batam, yang kemudian digabungkan dengan konsep pembangunan Pulau Rempang dan Galang yang disebut Barelang (Batam, Rempang dan Galang) dengan luas keseluruhan sekitar 715 km2, didisain sebagai kawasan industri, perdagangan, alih kapal, dan pariwisata. Sektor pariwisata dikembangkan untuk mendukung sektor lainnya. Produktivitas tenaga kerja tetap dapat dijaga dan meningkat. Ini amat perlu mengingat dari sekitar 560.000 penduduk Batam sebagian besar adalah pekerja di kawasan industri dan perdagangan.

Upaya memajukan pariwisata tak berhenti di situ saja. Kerja sama dengan pihak lain dijajaki. Misalnya, menjajaki pembangunan tempat rekreasi untuk keluarga. Kerja sama itu sudah dijajaki OB dengan pihak pengelola Taman Impian Jaya Ancol di Jakarta dan Taman Safari Indonesia di Cisarua, Bogor.

pantai-nongsaSwasta

Tempat rekreasi untuk keluarga memang masih sangat kurang di Batam. Padahal sarana ini sangat dibutuhkan oleh warga kota yang sepanjang hari sibuk bekerja. Untuk itu negosiasi masih dilakukan, sehingga bagaimana bentuk tempat rekreasi yang akan dibangun, masih belum dapat diungkapkan.

Bagaimana bentuk pengelolaan objek wisata itu pada masa kini dan di masa mendatang? Asisten Sekretaris Kota I (bidang Pemerintahan dan Pembangunan) Pemkot Batam Asyari Abbas secara terpisah mengatakan, tetap diserahkan kepada swasta. Dalam hal ini Pemkot Batam membina dan mengendalikannya. Secara langsung urusan pariwisata ini ditangani oleh Dinas Pariwisata.

Upaya Pemkot Batam dalam mengembangkan sektor pariwisata dilakukan secara bertahap bekerjasama dengan pihak lain, terutama swasta. Pemkot Batam sudah menunjuk satu konsultan untuk merancang pengembangan pariwisata ini. Namun, bagaimana bentuknya masih belum dapat diungkapkan.

Menurut dia, Batam memiliki potensi di antaranya wisata Bahari. Kawasan ini memiliki laut yang menarik bagi penyelam seperti Bunaken di Sulawesi Utara. Lokasinya di Petang. “Kita sudah minta agar pasir di sana tidak diganggu,” katanya.

Konsep yang akan diajukan oleh konsultan itu nantinya tentu akan lain dari yang sudah ada. Di antaranya salah satu pulau akan disiapkan bagi wisatawan yang ingin menyaksikan bagaimana sesungguhnya kehidupan di laut, seperti tempo dulu. Misalnya bagaimana warga melaut dan menjual hasil tangkapannya di laut.

Yang juga digarap oleh Pemkot melalui Dinas Pariwisata adalah menjaga kalender wisata tetap berjalan secara rutin. Tentu ini disiapkan sepanjang satu tahun, dengan mata acara yang menarik. Sepanjang tahun 2003 misalnya, setiap bulan diselenggarakan rata-rata empat kegiatan pariwisata. Kalender pariwisata ini diselenggarakan bekerjasama dengan asosiasi-asosiasi dan pihak swasta. Misalnya, pemilihan Duta Wisata Batam bulan April, lomba sampan dan pesta rakyat pantai pada Agustus.

Promosi pun digencarkan, baik dengan mengikuti kegiatan di daerah lain maupun menerbitkan brosur dan kartu pos. “Kerja sama dengan pihak asosiasi bagus,” katanya.

Pulau Galang

Bagian dari konsep pengembangan Barelang yang kini tengah dikembangkan sebagai kawasan pariwisata adalah Pulau Galang. Pada tahun 1980-an, pulau ini terkenal di dunia sebagai tempat penampungan sementara “orang-orang perahu” yang mengungsi dari Vietnam. Pulau ini menjadi saksi bagaimana Indonesia memberikan perhatian besar bagi warga asing yang tercampak dari negaranya.

Bekas perkampungan para pengungsi beserta fasilitasnya jadi monumen sejarah tentang kepedulian Indonesia dan PBB dalam menangani masalah pengungsi sebelum mereka dikirimkan ke negara ketiga. Tempat penampungan itu, seperti rumah bertingkat dua, kini dipugar oleh Otorita Batam sebagai objek wisata sejarah.

Mursidi (54 tahun), Kepala Perwakilan OB di Pulau Galang, dengan lancar dapat menceritakan bagaimana kehidupan para pengungsi di pulau ini karena jauh sebelum Galang ditetapkan sebagai tempat penampungan sementara pengungsi, dia sudah bekerja pada satu perusahaan di sana. Dengan lancar dia menceritakan dari awal hingga tempat penampungan itu dikosongkan karena para pengungsi berangkat ke berbagai negara yang bersedia menerima mereka sesuai permintaan PBB dan sebagian kembali ke negaranya.

Empat perahu yang pernah dipakai para pengungsi meninggalkan negaranya sudah lama dipugar di tempat penampungan itu sebagai objek wisata sejarah. Pihak OB juga merencanakan memugar berbagai fasilitas di perkampungan itu, seperti rumah sakit dan pasar.

Foto dokumentasi tentang pengungsi beserta kegiatan mereka dapat dilihat di kantor perwakilan OB di sana. Foto tentang kegiatan keseharian pengungsi beserta hasil kerajinan tangan mereka menunjukkan bagaimana mereka hidup tenang di sana.

Tentu Mursidi dengan ramah selalu bersedia menceritakan bagaimana suasana kehidupan pengungsi pada tahun 80-an. Dia dengan lancar menceritakan apa peristiwa di balik foto-foto yang terpampang di kantornya itu.

Ya, kini tak sedikit eks pengungsi yang sudah berhasil di negara lain. Di antara mereka ada pula yang sudah pernah berkunjung kembali ke Pulau Galang untuk mengenang masa-masa di tempat penampungan sementara.

Otorita Batam yang diberi wewenang mengelola Pulau Galang telah mengeluarkan banyak dana untuk mengembangkan kawasan ini. Sebagian besar dari dana itu untuk pembangunan jaringan jalan. Dari Pulau Batam ke Pulau Galang terdapat enam jembatan yang konstruksinya menarik. Jalan raya Batam – Galang pun benar-benar mulus.

Jembatan I (sepanjang 642 m) menghubungkan Pulau Batam dan Pulau Tonton. Bentuk jembatan ini unik, dengan tipe kabel. Jembatan kedua (420 m) menghubungkan Pulau Tonton dan Pulau Nipah. Jembatan ketiga (270 m) menghubungkan Pulau Nipah dan Pulau Sentoko. Jembatan keempat (365 m) menghubungkan Sentoko dan Pulau Rempang. Jembatan kelima (385 m) menghubungkan Rempang dengan Galang. Dan jembatan keenam (180 m) menghubungkan Galang dengan Pulau Galang Baru.

Pulau ini dapat dicapai melalui darat dan laut. Pulau Galang memiliki pelabuhan yang setiap hari disinggahi dua feri. Di sana terdapat satu rumah makan, yang sajian utamanya ikan laut. Menikmati hidangan ikan asam pedas, udang, dan gonggong dibelai-belai angin laut amat nikmat. Pelabuhan sederhana ini masih bebas dari hiruk-pikuk satu pelabuhan modern. Kondisinya masih asri. Air lautnya jernih dengan gugusan bakau yang tumbuh subur.

Berkembang Pesat

Pulau Batam memang berkembang pesat sejak dimulainya pembangunannya berdasarkan Keppres No 74 Tahun 1971. Munculnya sejumlah kawasan industri di pulau yang letaknya hanya sekitar 20 km dari Singapura itu, menjadikan Batam menjadi kota modern. Jika pada tahun 1973 penduduk pulau itu hanya sekitar 6.000 orang, tahun ini sudah sekitar 550.000.

Jika pada awal dimulainya pembangunan di sana sebagian besar pulau ini adalah rawa-rawa, maka di atas rawa-rawa itu kini berdiri kawasan industri, pusat perbelanjaan, hotel, perumahan, jaringan jalan, berbagai bangunan fasilitas umum, dan lain-lain pendukung sebuah kota.

Melihat dari sejarahnya, pengembangan Batam dimulai dengan pembangunan kawasan industri Batu Ampar, yang letaknya di pinggir pantai. Disusul kawasan industri lainnya. Sejumlah perusahaan di Singapura diikuti negara-negara lainnya langsung merelokasi industrinya ke Batam.

Berkembangnya Batam hingga ke bentuk sekarang ini tidak terlepas dari tingginya perhatian Pemerintah Pusat. Bukti dari tingginya perhatian ini, antara lain dasar hukum yang diterbitkan untuk pembangunan Batam cukup banyak.

Secara garis besar pembangunan Batam dan sekitarnya ditetapkan dalam lima periode. Pertama, periode persiapan (1971-1976). Kedua, periode konsolidasi (1976-1978). Ketiga, periode pembangunan prasarana dan penanaman modal (1978-1998). Keempat, periode pembangunan prasarana dan penanaman modal lanjutan (Maret 1998-Juli 1998). Keempat, periode pengembangan pembangunan prasarana dan penanaman modal lanjutan dengan perhatian lebih besar pada kesejahteraan rakyat dan perbaikan iklim investasi (Juli 1998 sampai sekarang).

Memang, masih banyak pulau di sekitar Pulau Batam, tapi Rempang dan Galang perlu dikedepankan karena potensinya besar. Salah satunya, jika konsep dasar pengembangan Pulau Galang secara utuh terwujud, kawasan ini akan dapat menjadi andalan sektor pariwisata. Jalur transportasinya sudah memadai, tinggal mengisinya dengan pembangunan berbagai fasilitas pendukung pariwisata.