pulau-timah-1Sejumlah pengunjung menikmati pemandangan di Pantai Parai, Sungailiat, Bangka Belitung, baru-baru ini. Pantai di Bangka Belitung tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga menyimpan puluhan jenis biota laut.

Pemprov Bangka Belitung mengincar pasar wisatawan asing dari Negeri Jiran yang masih memiliki rumpun Melayu, seperti Malaysia dan Singapura, karena potensi wisata di provinsi ini berjulukan Serumpun Sebalai.

Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dari dulu dikenal sebagai Pulau Timah karena pertambangannya. Nama Bangka sendiri sesuai sejarah berasal dari kata wangka yang berarti timah. Pertama kali dieksploitasi pada tahun 1709, timah membawa peranan penting dalam segala aspek dan menjadi tumpuan bagi kabupaten yang dikenal dengan Bumi Sepintu Sedulang ini. Bahkan, komoditas ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil timah terbesar di dunia.

Sebagian besar penduduk pun memilih bergulat dengan kegiatan penambangan itu dengan bekerja di tambang-tambang inkonvensional. Tentu saja eksploitasi besar-besaran sejak ratusan tahun itu membuat persediaan timah di tanah Bangka kian menipis.

Kini, Kabupaten Bangka hanya tinggal sisa-sisa timah yang masih diburu pulau-timah-2penambang “setia” dan banyaknya lubang-lubang besar seluas 3 hingga 50 hektare yang mengelilingi kota berpenduduk 242.010 jiwa dan luas wilayah 11.534.142 km persegi ini. Masyarakat biasa menyebutnya kolong.

Kerusakan lingkungan yang luar biasa ini dapat terlihat jelas saat berada di atas pesawat yang hendak mendarat di Bandara Pangkalpinang Depati Amir, ataupun sepanjang jalan saat menempuh perjalanan darat. Hal ini menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah setempat, karena untuk menutup kembali lubang-lubang itu memang sulit, sebab sebagian tanah sudah hilang.

Beberapa kolong berpotensi untuk dijadikan objek wisata oleh pemkab setempat. Misalnya kolong yang terletak di Dusun Air Simpur Kecamatan Penali. Oleh warga setempat, kolong yang dikelilingi pohon bakau dan api-api ini diberi nama sesuai dengan dusunnya.

“Dulu ini milik PT Timah, tapi sekarang sudah diambil alih oleh pemkab dan rencana akan dijadikan objek wisata dan rumah makan apung. Nantinya, juga dibangun sauh untuk menjual hasil pertanian kami,” ujar Edi Sucipto, Ketua RT dusun tersebut.

Kolong seluas sekitar 4 hektare itu, selama ini membawa banyak manfaat bagi warga setempat. Selain terdapat berbagai jenis ikan seperti, bawal, patin, dan nila, kolong ini juga menjadi salah satu sumber air untuk warga yang pada umumnya petani, di samping sumur galian.

“Sebagian besar untuk menyiram tanaman kami seperti singkong, ketela, kacang panjang, sayuran, dan jagung, tapi ada sebagian yang dijadikan air minum. Dengan rencana ini, pemkab sudah bangun beberapa fasilitas seperti menara dan gapura,” tambah pria berusia 36 tahun itu.

Wisata Pantai

Terlepas dari masalah penambangan timah, keindahan wisata pantai dari kabupaten yang juga terkenal dengan penghasil lada putih hingga mancanegara ini, tetap elok dan menarik untuk dikunjungi.

Banyak jalan di Bangka yang bertepikan pantai-pantai dengan pasir putih dan halus, laut yang landai, dan bertaburan bebatuan alam yang indah. Pantainya termasuk salah satu yang terbaik di Asia Tenggara.

Udara laut yang menyegarkan dan kemudahan akses, menjadikan pulau ini merupakan pilihan bagi para pelancong. Dengan adanya penerbangan langsung ke Bangka, membuat perjalanan dari Palembang hanya setengah jam, dari Jakarta 45 menit, Batam 1,5 jam, dan dari Singapura pun sangat memungkinkan.

“Bangka menjadi tulang punggung bagi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung karena kekayaan wisatanya. Untuk itu kami sedang mempersiapkannya menjadi tuan rumah untuk visit pariwisata di provinsi ini pada 2010 nanti,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bangka, Ahmad Rizal.

Beberapa pantai sudah dikelola dan dilengkapi dengan fasilitas wisata, seperti Pantai Tanjung Pesona, Pantai Parai Tenggiri, Pantai Batu Bedaun, Pantai Matras, dan Teluk Uber. Pantai-pantai tersebut difasilitasi dengan hotel, tempat penginapan, restoran, tempat karaoke, kafe, dan warung-warung sederhana. Sedangkan Pantai Air Anyir, Pantai Tikus, dan Pantai Penyusuk, belum sama sekali. Padahal, eksotisme pantai-pantai ini tidak kalah menarik dari yang lain. Pantai yang belum tersentuh itu menantikan uluran tangan investor untuk sedikit memolesnya menjadi objek wisata yang menawarkan kenangan wisata yang takkan terlupa.

“Memang masih banyak kendala, seperti sumber daya manusia, jarigan listrik, jaringan dan akses, sehingga kami sedang dalam upaya mengajak investor untuk masuk ke sini. Semua pantai disini sangat indah, sehingga menjanjikan peluang bisnis wisata yang menarik,” jelas Ahmad.

Salah satu pantai yang sangat indah namun belum memiliki fasilitas wisata adalah Pantai Penyusuk, yang terletak di Desa Bukit Ketok, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka. Di pantai yang berjarak 77 km dari kota Sungailiat ini, para wisatawan dapat menyaksikan matahari terbenam. Ini dikarenakan lokasi pantai yang menghadap ke mata angin sebelah barat. Panjang pantai sekitar 4 km, lautnya landai, berpasir putih dan halus, serta airnya bening bak kristal. Apalagi dengan pohon kelapa yang berjejer di pinggir pantai menghasilkan buah yang segar untuk nikmati.

Selain pohon kelapa yang sejuk dan bebatuan alam yang indah, pantai ini juga dikelilingi pulau-pulau kecil tempat penyu bertelur. Pulau-pulau eksotik yang tidak berpenghuni ini adalah, Pulau Putri, Mentingi, Baku, dan Lampu. Di Pulau Lampu terdapat rumah peninggalan Belanda yang berbentuk panggung. Jarak dari Pantai Penyusuk ke pulau-pulau kecil itu hanya sekitar 600 meter, sehingga memungkinkan pengunjung menikmati pesona wisata pantai yang lebih memuaskan.

“Sudah bangun jembatan kecil yang menghubungkan ke pantai-pantai itu, tapi akhirnya tidak selesai karena kurang dana. Kalau mau ke sana pakai sampan dengan tarif Rp 10.000 pulang-pergi,” ujar Suhardi, Ketua Karang Taruna, sekaligus pengelola Pantai Penyusuk.

Sejak diresmikan menjadi tempat wisata oleh pemda setempat 20 tahun lalu, hanya dibangun gapura dan fasilitas mandi cuci kakus (MCK), tetapi akhirnya rusak juga sebelum maksimal digunakan. Padahal menurut Suhardi, tidak sedikit wisatawan luar yang berkunjung di pantai ini, apalagi saat liburan panjang.

Sayangnya, fasilitas wisata yang menunjang seperti rumah penginapan, listrik, tempat mandi, MCK yang bersih, air bersih, warung, dan transportasi publik belum ada.

“Beberapa jam saja mereka sudah pulang lagi, karena tidak ada fasilitas. Pengunjung juga tidak menentu. Kalau libur panjang, banyak dari Jakarta dan mancanegara. Tapi kalau hari minggu, biasanya hanya dari lokal,” lanjut pria berusia 41 tahun itu.

Pengunjung dari luar kota yang ingin berkunjung ke pantai tersebut menggunakan jasa travel dari bandara, ataupun tempat mereka menginap. Sedangkan yang lokal, biasanya menggunakan ojek atau kendaraan pribadi.

Jika libur panjang, Suhardi bisa menerima sekitar Rp 500.000 per minggu dari retribusi Rp 1.000 per pengunjung. Sedangkan hari biasa hanya sekitar Rp 150.000 per minggu. Meski pengunjung tidak menentu, ayah beranak dua ini mengaku, dari hasil tersebut, tiap tiga bulan sekali karang taruna menyetor ke pemda sebesar Rp 400.000 sebagai pendapatan asli daerah (PAD).

Selain keindahan alam, pantai ini juga menyimpan puluhan jenis biota laut, seperti ikan, siput, lumba-lumba, penyu, kepiting, udang, dan bintang laut lainnya. Berdasarkan mitos yang beredar di masyarakat, nama penyusuk artinya penyu yang membusuk. Konon, dulu seekor penyu raksasa ditemukan mati dan membusuk di pantai ini. Sesuai namanya, terdapat ribuan penyu yang berkembang biak di pantai itu.

Dari hamparan bebatuan yang indah di pantai dimaksud, terdapat sebuah batu besar berbentuk datar yang menyimpan sejarah kehidupan masyarakat setempat pada masa lalu. Konon, batu tersebut dulunya dijadikan tempat untuk membuat terasi udang. Pekerjaan ini merupakan sumber mata pencaharian warga setempat. Namun, kini tinggal namanya sebagai batu belacan (batu terasi), karena masyarakat beralih profesi sebagai penambang timah.

Jika dikelola dengan baik, keelokan pantai dan kekayaan laut yang terdapat di Pantai Penyusuk dapat dijadikan tujuan wisata yang menarik bagi masyarakat lokal, luar daerah, maupun mancanegara. Lebih dari itu, bisa mendatangkan pendapatan yang lebih besar bagi daerah Bangka. Karena memang pantai ini memberikan kenikmatan berwisata yang tidak terlupakan.

Pantai Tanjung Pesona terletak di Desa Rambak, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka. Pantai yang berjarak 9 km dari Kota Sungailiat ini berada di tengah antara Pantai Tikus dan Pantai Teluk Uber. Pantai tersebut memiliki tanjung dengan bebatuan besar, sehingga panorama laut lepas dapat dinikmati dengan leluasa. [Dina Manafe]