debus-bantenDebus selain merupakan satu kesatuan dengan seni bela diri pencak silat, juga memiliki kelengkapan atraktif. Debus selalu menarik dan membuat syaraf segenap penontonnya menjadi tegang. Kenapa? Karena permainan bersenjatakan golok, pisau, atau benda tajam lain, yang mengakibatkan luka-luka berat di bagian perut, muka, kepala, dan tubuh lainnya merupakan ciri khas Debus. Tetapi sang pemain, tak juga mati, bahkan tetap tegar. Seluruh luka di tubuh pemain dalam sekejab sembuh lagi hanya dengan usapan tangan pelatihnya.

Hampir setiap akhir tahun, Debus selalu dipentaskan di Alun Alun Mesjid Agung Banten di Serang di Pandeglang, juga Rangkasbitung. Tetapi harus diingat, menyaksikan permainan Debus, apalagi seperti yang diselenggarakan oleh perkumpulan pencak silat TTKKDH Cimande dari daerah Labuan, Pandeglang (yang terkenal hingga ke Eropa, Amerika dan Jepang) harus dilandasi oleh kekuatan mental. Itu penting, mengingat permainan Debus bersifat ekstra keras.

Setiap kali permainan Debus akan dilangsungkan, umumnya selalu didahului oleh gegap gempita bunyi-bunyian dari beberapa instrumen tradisional seperti seruling, gendang dan lain-lain. Setelah itu, rombongan yang terdiri dari belasan orang, sebagian wanita muda usia, menyuguhkan permainan pencak silat.

Silat yang dipentaskan ada kalanya hanya dibawakan oleh seorang saja. Tetapi tak jarang berpasangan. Gerakan gerakan lincah yang dibawakan pemain wanita, dimaksudkan agar penonton menilai bahwa wanita tidak selalu lemah. Meskipun gemulai, namun penyerang yang bergolok tajam dapat dikalahkannya. Bahkan dalam beberapa menit, golok lawan dapat berpindah tangan, dan salah-salah bisa saja terjadi senjata makan tuan.

Pak Rusmedi, pimpinan rombongan TTKKDH Cimande Labuan, juga memperlihatkan kebolehannya melawan keroyokan penyerang. Juara (ahli silat untuk maksud kebaikan – lawan dari Jawara yang selalu mengumbar keangkaramurkaan) itu berusia 52 tahun.

Sudah sejak berumur belasan, ia memperdalam ilmu silat aliran Cimande. Kemudian lebih ditempa lagi dengan ilmu kebatinan yang menyebabkannya kebal serta memiliki indra ke-6 yang cukup tajam. “Tetapi jangan salah sangka bahwa ilmu kebatinan itu jahat seperti yang dikira banyak orang. Ini adalah intisari dari kitab Al-Quran juga yang memerlukan ketekunan dan kesabaran untuk mempelajarinya,” ujarnya kepada Suara Karya di Serang, pekan lalu.

Lulusan SGB (Sekolah Guru B) ini memang sangat disiplin dalam mendidik anak asuhannya. Dari sekian ratus muridnya, sekitar 30 benar-benar jagoan dan kebal. Latihan ke arah itu berpuasa selama 7 hari 7 malam, tanpa makan sahur. Buka puasa dilakukan pada pukul 6 senja hari, berupa sekepal nasi tawar dan segelas air putih. Latihan fisik juga berat, dilakukan terus menerus sampai bertahun-tahun. Disamping itu harus pula menghafal berbagai mantera.

Selesai dengan demonstrasi pencak silat, permainan lebih serius pun dimulai. Mula-mula Nina yang cantik dan kulit kuning langsat, maju ke tengah arena.

Pak Rusmedi, kakak kandung Nina, memotong sebuah kelapa menjadi tiga bagian secara melintang. Batok batok kelapa itu lalu diisi seonggok rambut kering. Kemudian ditaburkan minyak tanah ke atasnya. Setelah itu kumpulan sabut kering yang berada pada tiga bagian batok kelapa tersebut diangkat dan diletakkan di atas kepala Nina. Lalu dibakar. Aneh. Nina tidak berteriak-teriak ketakutan. Ia malah tertawa manis, sementara penonton ngeri melihatnya.

Kelompok Debus TTKKDH Cimande Labuan memang memiliki banyak bintang. Selain Nina, juga Iti. Gadis ini lain pula keahliannya. Seluruh tubuhnya, dalam tiap pertunjukan selalu disulut api obor yang berkobar kobar.

Puncak pertunjukan, Iti disiram dengan air keras. Seperti diketahui, zat kimia itu sangat berbahaya. Dicurahkan ke pasir, mendidih. Diteteskan ke kulit sapi mentah yang tebal, berlubang. Apalagi pada kulit manusia yang tipis, tentu bisa rusak berat. Tapi bagi Iti, lain soal. Tak sedikit pun kulitnya rusak. Memang, kaus tangan yang dikenakannya, hancur luluh.

Masih ada serangkaian adegan lain yang cukup mendebarkan, seperti menikmati kerupuk bola lampu yang bisa ditelan bersama air putih. Dan penikmat beling itu bukannya muntah darah, melainkan memuntahkan puluhan ekor kekelawar hidup. Selain itu ada juga atraksi pemotongan lidah atau mengiris paha dengan golok tajam hingga menampakkan tulangnya. Tapi semua itu bisa sembuh lagi dalam sekejab.

Sepuluh Jam

Puncak acara Debus Banten, umumnya merupakan permainan besi panjang berujung runcing. Pada ujung lain dari besi panjang itu, dipasang kayu bulat dengan garis tengah sekitar 20-30 Cm. Besi itu kemudian dihujamkan ke perut pemain, lalu dipukul dengan palu.

Mata penonton yang menyaksikan besi tersebut kian dalam menembus perut pemain, tampak tertutup. Tetapi begitu selesai, besi panjang itu dicabut dari dalam perut, luka diusap, dan sang pemain pun tertawa lepas kepada segenap penonton. Hal itu menandakan, atraksi berjalan dengan baik dan sukses.

Pertunjukan yang selalu dihidangkan pada pagi hari itu, menurut Rusmedi, masih belum lengkap karena terdapat beberapa jenis permainan lain yang seru. Rasman, pimpinan pencak silat Cimande lainnya dari Rangkasbitung membenarkan. Bila seluruh acara Debus Banten dipentaskan, dibutuhkan sekurangnya 10 jam pementasan. “Tapi apakah penonton sanggup menonton atraksi selama itu?” tanya Rasman yang juga dikenal sebagai salah seorang kepala desa di Kabupaten Lebak, Banten.

Umumnya, bila pementasan akbar dilakukan di tempat terbuka, honor yang diterima sekurangnya Rp 500 ribu. Bila manggung di Taman Mini atau Di Taman Impian Jaya Ancol sekurangnya Rp 1 juta. Jumlah pendapatan itu kemudian dibagi rata kepada seluruh pemain.

Namun sedihnya, kata Rasman, Rusmedi, dan beberapa anggota grup Debus Banten lainnya, kini semakin jarang saja orang yang menanggap pementasan Debus. Selama ini undangan yang diterima sifatnya hanyalah datang dari Dinas Kepariwisataan.

Padahal, Debus milik khas masyarakat Banten. Siapa lagi yang akan menjunjung dan mempertahankan kelanjutan hidupnya kalau bukan putra-putri Banten sendiri? Mestinya Debus menjadi kebanggaan dan tetap dipelihara, sampai kapan pun. Mestinya! (Ami Herman) – Suara Karya Online