Visit Lampung 2009. Itulah program Pemprov Lampung mendatang. Daerah di ujung Sumatera ini menawarkan banyak kawasan yang menarik dan unik. Dari sekian banyak objek wisata alam, Gunung Krakatau merupakan wisata andalan. Sensasi mengunjungi gunung berapi.

Lampung boleh jadi alternatif baru liburan menarik. Potensi wisata provinsi ini sebenarnya cukup banyak, sayang belum banyak orang yang tahu. Bagi warga Jakarta yang mungkin cukup sering ke Pantai Anyer atau Pantai Carita, wisata alam Lampung patut dicoba. Pantai Kalianda atau Pasir Putih di Lampung tak kalah indah dengan Pantai Anyer atau Carita. Selain dekat dari Jakarta, Lampung punya banyak objek wisata alam.

Perjalanan ke Lampung dapat ditempuh lewat tol menuju Pelabuhan Merak, Banten. Rute lalu diteruskan dengan kapal feri untuk menyeberangi Selat Sunda menuju Bakauheni. Dari Jakarta, Pelabuhan Merak bisa dicapai dalam waktu satu jam atau satu jam 15 menit. Di Merak, ada kapal cepat ke Bakauheni yang berlayar sekitar 45 menit.

Lampung juga tergolong mudah ditempuh dengan mobil pribadi. Penyeberangan dengan kapal feri bisa ditempuh dalam waktu dua jam. Jika ingin lebih cepat, Lampung juga bisa ditempuh lewat jalur udara. Beberapa maskapai penerbangan melayani rute Jakarta-Lampung-Jakarta. Jarak tempuh Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, ke Bandara Radin Inten (Lampung) hanya sekitar 20 menit.

Ada banyak objek wisata di Kota Bandar Lampung. Kota tersebut cukup strategis bagi wisatawan yang ingin mengunjungi berbagai objek wisata. Bandar Lampung bisa ditempuh dalam waktu 1,5 jam dari Bakauheni atau 30 menit dari Bandar Udara Radin Inten. Dari Bandar Lampung, wisatawan dapat menjangkau beragam objek wisata pantai, budaya, dan alam pegunungan. Lokasi wisata petualangan di hutan dan sungai, wisata selam dan memancing, juga mudah ditemukan.

Dari sekian banyak pilihan wisata, Pemprov Lampung memiliki tiga objek wisata andalan, yakni Kepulauan Gunung Krakatau, Taman Nasional Way Kambas, dan Bukit Barisan. Tiga objek wisata itu sudah cukup dikenal dunia. Pada Agustus 2008, Pemprov Lampung bahkan menjadikan Festival Krakatau XVIII sebagai penanda dimulainya program Visit Lampung 2009. Meskipun demikian, pada tahun 2008, ada tiga program wisata di Lampung yang masuk agenda Visit Indonesia Year 2008, yakni Festival Begawi, Festival Teluk Stabas, dan Festival Way Kambas.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung, M Natsir Ari mengatakan, pemda optimistis target kunjungan 1,2 juta wisatawan domestik dan 24 ribu wisatawan mancanegara dapat tercapai. Karena itu, pemda akan menggelar beragam acara hiburan, kesenian dan kebudayaan, sehingga dapat memikat wisatawan.

“Festival ini memang jangka panjang, tidak hanya Krakatau, tapi setahun penuh ada banyak program dan kegiatan. Nanti juga akan ada Festival Layang-layang Internasional. Kami ingin memecahkan rekor layang-layang terbanyak yang diterbangkan bersamaan,” katanya.

Rangkaian prosesi selamat datang.

Wujud pembenahan kawasan pantai demi menyambut Visit Lampung 2009.

Kenangan Sejarah

Hingga kini, kedahsyatan letusan Gunung Krakatau pada 26, 27, dan 28 Agustus 1883, masih terus diingat orang. Di Jl WR Supratman, Teluk Betung (Taman Dipangga), Pemprov Lampung membangun monumen peringatan meletusnya Gunung Krakatau pada 1883. Monumen itu dibangun dari rambu laut seberat setengah ton yang terlempar ke daratan akibat gelombang tsunami setinggi 30 meter. Konon, letusan hebat itu merenggut nyawa sekitar 36.000 jiwa. Selain itu, letusan Krakatau menenggelamkan Pulau Danan dan Pulau Perbuatan ke dasar laut. Kini, tinggal Pulau Krakatau Besar (Rakata), Krakatau Kecil (Panjang), dan Sertung yang tersisa.

Letusan Krakatau yang terletak di Selat Sunda itu memuntahkan material hingga ketinggian 80 km, volumenya sebanyak 18.000 km kubik. Alhasil, sebagian belahan bumi menjadi gelap gulita. Saat itu, Kota Bandar Lampung yang masih bernama Teluk Betung, gelap gulita selama tiga hari berturut-turut. Letusan Krakatau juga menimbulkan gelombang laut, dan getarannya terasa hingga pantai barat dan utara Benua Australia, pantai Kepulauan Madagaskar, dan Afrika.

Pada 1927, Krakatau memperlihatkan fenomena menarik. Tumpukan lava dari kawah Gunung Krakatau muncul ke permukaan laut dengan ketinggian satu meter dari permukaan laut. Tetapi, makin lama, kawah itu semakin besar dan bertambah tinggi, hingga akhirnya diberi nama Anak Krakatau. Hingga kini, Gunung Anak Krakatau masih aktif dan sering meletupkan pasir dan lava panas. Setiap tahun, ketinggian Gunung Anak Krakatau bertambah, pelan-pelan membentuk pulau.

Meskipun masih aktif, Gunung Anak Krakatau sudah dihuni tumbuhan dan biota. Kawasan itu merupakan laboratorium alami untuk mempelajari pengetahuan alam, geologi, vulkanologi, dan biologi. Wisatawan bisa mengetahui berbagai gejala alam, seperti proses pembentukan pulau, gunung, dan hutan. Di pinggir pantai, sekalipun tandus, tumbuh pohon seperti cemara, waru, ketapang, kangkung laut, dan alang-alang. Perkembangan vegetasi itu, bahkan terhenti ketika Anak Krakatau meletus pada 1952 dan 1953.

Agak berbeda dari Anak Krakatau, Gunung Krakatau Besar yang tingginya mencapai 2.000 meter sudah hampir seperti cagar alam. Di Pulau Krakatau Besar, terdapat tumbuhan kilangir, cemara, dadap, ketapang, waru, mara, dan cangkudu. Krakatau Kecil (Pulau Panjang), sudah ditumbuhi kilangir, waru, dadap, dan mara. Sampai kini, di Pulau Krakatau Besar dan Kecil, wisatawan sering menemukan biawak, tikus, burung raja, udang, ular san- ca, ular dahan, burung troco, kalong, dan burung elang. Tetapi, di Anak Krakatau, jenis fauna yang mampu bertahan hidup hanya biawak, tikus, dan ular.

Foto-foto:SP/Unggul WirawanAtraksi gajah dalam Festival Krakatau XVIII.

Sensasi Gunung Berapi

Untuk menuju Gunung Krakatau, wisatawan punya banyak pilihan. Dari Bandar Lampung, pengunjung bisa menggunakan bus jurusan Kalianda, Lampung Selatan, lalu berlanjut ke Desa Canti. Jika langsung dari Bakauheni, ada juga bus jurusan Kalianda. Dari dermaga Desa Canti, sejumlah perahu motor nelayan bisa disewa untuk mengunjungi Kepulauan Krakatau. Waktu perjalanan mencapai 150 menit. Tarifnya sekitar Rp 1,2 juta -Rp 1,5 juta untuk 20 orang dalam satu perahu.

“Tidak setiap kali datang, Krakatau bisa meletup meskipun digolongkan aktif. Terkadang ada wisatawan mancanegara yang sampai menginap beberapa hari, tapi Krakatau tetap tenang. Tidak semua orang beruntung,” ujar Kalyubi, staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lampung yang mendampingi rombongan 20 duta besar negara sahabat dan pemda yang berkunjung ke Krakatau pada Agustus lalu.

Jika tak ingin repot, rombongan jumlah besar bisa memilih paket di Krakatoa Nirwana Resort yang terdapat di Desa Merak Belantung, Kalianda. Selain tempat tinggal, resor itu juga menyediakan paket wisata laut, termasuk Krakatau. Paket Krakatau Volcano Trip untuk 10 orang ditawarkan dengan harga Rp 3,5 juta, termasuk makan siang. Paket lain yang tersedia, antara lain Sea Island Adventure (Cruise Fishing), Sea Activity (Canoeing, Snorkeling, Diving dan Fishing), dan Land & Sport Activity (Volley, Futsal, Biking).

Gunung Anak Krakatau memang dibuka untuk tujuan objek wisata. Daya tarik Krakatau justru saat kondisi aktif mengeluarkan asap tebal dan debu vulkanik. Meskipun sudah dibuka untuk tujuan wisata, pengunjung tetap harus berhati-hati. Wisatawan hanya diperbolehkan berada dalam radius dua kilometer dari kawah. Bagaimanapun, Anak Krakatau tergolong berbahaya bagi siapa pun yang mendekati. Terkadang, ada juga kesempatan mendaki Anak Krakatau. Izin pendakian yang aman hanya diberikan sampai batas lereng. Pasir hitam dan angin kencang sangat riskan bagi keselamatan pendaki.

Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau biasanya juga sangat berhati-hati memberikan izin kepada wisatawan yang datang. Karena itu, wisatawan yang berminat ke kawasan Anak Gunung Krakatau, dipersilakan berangkat dari Lampung Selatan atau Banten. Pada status waspada seperti Agustus 2008, letupan debu dan kerikil panas Krakatau tentu berbahaya bagi siapa pun. Tetapi, banyak wisa- tawan yang justru tertarik dengan sensasi gunung berapi. Antara takut, tegang, dan senang.

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No 85/Kpts-II/1990 Tanggal 26 Februari 1990, Kepulauan Krakatau ditetapkan sebagai Cagar Alam Laut Kepulauan Krakatau dengan luas 13.735 ha, yakni 11.200 ha wilayah laut dan 2.535,1 ha wilayah darat, yang dikelola BKSDA II Tanjung Karang. Sebelumnya, pada 1919, Pulau Sertung, Krakatau Besar, dan Krakatau Kecil juga sudah ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan SK Gubernur Jenderal Belanda No 83 Stbl 392 Tanggal 11 Juli 1919 Jo No 7 Stbl 392 Tanggal 5 Januari 1925.

Jika ingin menyelam, panorama bawah laut Krakatau juga tak kalah menarik. Menurut hasil pengamatan yang dilakukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung, diketahui Pulau Krakatau Besar memiliki penyebaran jenis ikan hias yang lebih banyak dibandingkan tiga pulau lainnya. Apalagi Pulau Anak Krakatau sangat miskin ikan hias. Hal itu disebabkan suhu perairan sekitar pulau itu terlalu tinggi dan di luar batas toleransi hidup binatang karang. Keadaan itu dipengaruhi oleh aktivitas magma dari gunung aktif tersebut.

Perairan Kepulauan Krakatau memiliki keindahan bawah laut yang eksotik. Di atas kawah purba, penyelam bisa menikmati pemandangan laut bekas patahan yang memiliki lekukan (drop off). Boleh jadi, pemandangan kawah gunung bawah air laut itu satu-satunya di dunia. Terkadang, pada kedalaman 200 meter, penyelam dapat melihat gelembung-gelembung gas metan. Di bawah laut, banyak ditemui biota laut yang langka, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi penyelam.

Sarana transportasi wisa-tawan yang ingin mengunjungi kawasan taman nasional tersebut. Selain itu, sudah terdapat resor di Pulau Sebesi yang berada persis di depan Taman Nasional Krakatau. Alternatif lain pengunjung bisa berangkat dari resor di Kalianda. Kini Pemprov Lampung dan pihak swasta memang berusaha membangun sektor pariwisata termasuk Krakatau agar berkembang. Kelak semakin banyak wisatawan yang datang dan paket kunjungan yang tersedia. [SP/Unggul Wirawan]