Tugu KhatulistiwaPontianak – Banyak wisatawan merasa puas setelah berfoto di depan Tugu Khatulistiwa, Pontianak. Padahal itu hanya monumen. Masuklah ke bagian dalamnya, Anda akan menemukan Tugu Khatulistiwa yang asli dengan ukuran lebih kecil.

Saya tak betah berlama-lama di depan Monumen Tugu Khatulistiwa. Senin (8/4/2012) siang, cuaca di Pontianak panas terik. Para peserta ekspedisi Women Across Borneo sedang beristirahat di bawah pohon-pohon rindang dekat monumen tersebut. Saya pun memanfaatkan waktu dengan berfoto di depan monumen, ala kadarnya, karena tak tahan dengan terik matahari yang membakar.

Namun sosok bapak-bapak di pintu bagian bawah monumen menggubris pandangan saya. Sambil memicingkan mata akibat silau, saya berjalan ke arahnya. Baru sampai pintu masuk saya dikagetkan oleh sosok Tugu Khatulistiwa versi lebih kecil.

“Ini tugu yang asli, Dik. Yang besar itu monumennya,” kata petugas itu. Saya kaget, tak tahu-menahu soal tugu yang asli.

Udara sejuk yang mengalir dari pendingin ruangan langsung menyejukkan saya. Ruangan itu berbentuk bundar dan tak begitu besar. Wisatawan harus mengisi buku tamu sebelum menjelajah lebih lanjut. Tiket masuk? Gratis, hanya sumbangan ala kadarnya kalau Anda berminat.

Pigura-pigura berisi penjelasan sejarah dan foto-foto Tugu Khatulistiwa berderet di sepanjang dinding. Saya pun mendekati salah satunya, mengelap keringat, menghela nafas, dan mulai membaca.

Semua bermula pada 1928, ketika rombongan ekspedisi internasional dari Belanda tiba di Pontianak. Tujuan mereka adalah menetapkan titik khatulistiwa di kota tersebut.

Di tahun yang sama, dibangunlah Tugu Khatulistiwa yang berbentuk tonggak dan tanda panah di atasnya. Pada 1930, tugu tersebut disempurnakan dengan penambahan lingkaran di bagian atas tugu. Delapan tahun kemudian, tugu tersebut kembali disempurnakan dengan menggunakan kayu belian (kayu besi khas Kalbar). Tingginya adalah 4,4 meter.

Tahun 1990, dibuatlah kubah dan duplikat tugu berukuran 5 kali lebih besar dari aslinya. Kedua tugu ini, baik yang asli maupun monumennya, punya tulisan plat di bawah anak panah yang menunjukkan letak Tugu Khatulistiwa pada garis bujur timur.

Jadilah Monumen Tugu Khatulistiwa, yang diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Barat saat itu yakni Parjoko Suryokusumo pada 21 September 1991. Sekarang, kompleks Tugu Khatulistiwa dilindungi oleh Pasal 26 UU Republik Indonesia No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

Sejarah yang cukup menarik bagi saya. Kalau tak ada ekspedisi oleh para peneliti Belanda ini, mungkin Tugu Khatulistiwa tak akan ada.

Saya melanjutkan langkah ke pigura-pigura lainnya. Tampak foto-foto Tugu Khatulistiwa dari masa ke masa, termasuk saat renovasinya. Ada pula foto para bangsawan Belanda yang berpose di depan tugu asli.

Tugu Khatulistiwa itu masih berdiri kokoh di tengah ruangan. Keputusan untuk merenovasi tugu yang asli menggunakan kayu belian rupanya tak salah. Ini adalah jenis kayu yang paling kuat, juga dipakai untuk bahan pembangunan Rumah Betang (rumah asli suku Dayak-red) yang berada di atas permukaan tanah.

Puas mengamati Tugu Khatulistiwa, saatnya kembali bergulat dengan matahari Pontianak. Sebelum keluar, terdapat meja yang memajang suvenir berbentuk Tugu Khatulistiwa versi mini. Tugu tersebut ditutup oleh kaca berbentuk kotak, sangat cocok untuk pajangan. Harganya mulai dari Rp 30.000.

Sumber: detikcom