Yogyakarta memang daerah wisata candi yang penuh pesona. Tak hanya punya Candi Prambanan atau pun Borobudur, kota ini juga memiliki beberapa objek wisata candi atau situs-situs peninggalan purbakala yang tak kalah indahnya, salah satunya adalah Situs Ratu Boko.

Kolam yang terletak di Selatan Balai-balai berbentuk bulat. Masyarakat sekitar Keraton Ratu Boko menggunakan air di dalam kolam-kolam untuk memenuhi kebutuhan mereka akan air bersih, seperti mencuci, mandi, memasak, dan lain-lain. [Foto-foto: Pembaruan/Yumeldasari Chaniago]

Gapura Utama I dengan Candi Batu Putih

Cerita tentang keindahan Situs Ratu Boko yang terletak sekitar 3 kilometer di sebelah selatan Candi Prambanan itulah yang membuat langkah kaki menuju ke sana.

Di area parkir Situs Ratu Boko itu ada kedai Pereng Boko, tempat para wisatawan dapat menikmati romantisnya senja di Ratu Boko. Keindahan panorama alam yang mempesona laksana sutera yang menakjubkan serta Gunung Merapi yang berdiri kokoh, menjadi latar belakang kedai.

Untuk mencapai pintu masuk Situs Ratu Boko dari kedai mengadang belasan anak tangga, cukup membuat napas terasa berat dan peluh mengalir deras. Apalagi kalau pada saat itu matahari bersinar terik.

Setelah menjejakkan kaki di anak tangga terakhir ternyata perjalanan masih harus dilanjutkan dengan melewati jalan setapak yang cukup lebar dan menanjak. Tapi ketika tiba di depan gapura utama I yang menjadi pintu masuk Situs Ratu Boko, rasa lelah pun langsung terobati. Meski setelah itu masih ada sekitar empat anak tangga lagi yang mengadang di depan gapura utama I Situs Ratu Boko.

Setelah menghabiskan waktu lebih dari 10 menit dari area parkir menuju gapura utama I dengan berjalan kaki, akhirnya gapura utama I pun terlewati. Dari gapura utama I pengunjung masih harus melewati gapura utama II dengan lima belas anak tangga.

Dari gapura utama II pengunjung bisa melihat beberapa candi serta bangunan-bangunan kuno yang dibangun sejak ribuan tahun yang lalu dari jarak kejauhan. Gapura utama I dan II menghubungkan halaman teras pertama dengan halaman teras kedua.

Gapura utama I memiliki tiga pintu masuk, sedangkan gapura utama II memiliki lima pintu masuk. Semuanya berbentuk paduraksa (bangunan berbentuk gapura yang mempunyai atap, Red).

Pada halaman teras kedua, kira-kira 45 meter di sebelah utara terdapat sebuah batur (alas, Red) yang disebut Candi Batu Putih. Kurang lebih 37 meter di sebelah timur laut terdapat sebuah batur yang merupakan candi pembakaran mayat.

Di sudut tenggara candi pembakaran terdapat salah satu sumur tua yang airnya mengandung misteri. Konon sumur ini bernama Amerta Mantana yang berarti air suci yang sudah diberi mantra.

Menurut mitos, air tersebut dapat berguna sesuai apa yang diinginkan dan sering dimanfaatkan untuk acara prosesi ritual antara lain pengambilan air suci untuk prosesi Tawur Agung umat Hindu.

Selanjutnya 10 meter di sebelah timur Candi Pembakaran terdapat susunan batu umpak (batu landasan tiang, Red) berjumlah 18 buah membujur arah Barat-Timur dan kolam yang berukuran besar. Kurang lebih 40 meter di sebelah selatan susunan batu umpak terdapat satu buah batur yang disebut Pa- seban.

Di sebelah timur dan selatan Paseban terdapat sebuah gapura yang menghubungkan antara gua dan pendopo. Batur pendopo berdenah segi empat berukuran 20 x 21 meter dan tingginya mencapai 1,46 meter tersusun dari batu andesit pada sisi utara timur dan barat terdapat tangga naik yang tersusun dari batu andesit. Di atas permukaan batur pendopo terdapat sejumlah umpak yang berjumlah 24 buah.

Di bagian Tenggara Paseban terdapat bangunan dari batu yang disebut balai-balai dan di sebelah selatan balai-balai terdapat tiga buah batu candi kecil yang terdiri atas lantai batu andesit.

Di sebelah timur balai-balai pada lokasi yang lebih rendah terdapat beberapa kolam. Di bagian selatan kolam-kolam tersebut berbentuk bulat, sedangkan di sebelah utara kolamnya berbentuk segi empat panjang. Untuk menuju ke masing-masing kolam harus melewati lorong dan beberapa gapura yang terdapat pada masing-masing kolam.

Berdasarkan prasasti yang dikeluarkan oleh Rakai Panangkaran tahun 746 -784 Masehi, kawasan Situs Ratu Boko disebut Abhayagiri Wihara. Abhaya berarti tidak ada bahaya dan giri berarti bukit atau gunung. Wihara artinya asrama atau tempat. Dengan demikian Abhayagiri Wihara berarti asrama atau tempat Bhiksu agama Budha yang terletak di atas bukit penuh kedamaian.

Pada masa berikutnya Abhayagiri Wihara berganti nama menjadi Keraton Walaing yang diproklamirkan oleh Raja Vasal bernama Rakai Walaing Pu Kumbayoni. Tahun 1790 seorang peneliti dari Belanda bernama Van Boeckholtz menemukan adanya reruntuhan kepurbakalaan di atas bukit Ratu Boko.

Seratus tahun kemudian, FDK Bosch mengadakan penelitian dan menuangkan hasil penelitiannya ke dalam sebuah buku berjudul Keraton Van Ratoe Boko. Maka kepurbakalaan yang ada di atas bukit Ratu Boko dikenal dengan nama Keraton Ratu Boko.

Batur Pendopo yang tersusun dari batu andesit.

Gapura Utama II berbentuk paduraksa dengan lima pintu masuk

Bangau

Keraton berasal dari kata Ka-da-tu-an yang berarti tempat istana raja. Ratu berarti ratu atau raja dan Boko artinya Bangau. Tapi hingga sekarang nama tersebut masih menjadi misteri, terlebih mengenai siapa yang disebut sebagai Raja Bangau.

Berdasarkan buku catatan tentang Ratu Boko, luas situs ini mencapai 250.000 meter persegi, dengan ketinggian 195,97 meter di atas permukaan air laut. Dari tempat ini para wisatawan pun dapat menikmati keindahan Candi Prambanan yang terletak hanya beberapa ratus meter dari jalan raya Yogyakarta – Solo.

Lingkungan di sekitar Situs Ratu Boko merupakan kawasan perbukitan batu gamping yang tersusun secara alami. Pada bagian utara dibatasi suatu tebing terjal, dan bagian timur dibatasi oleh tebing terjal dan ngarai luas. Sedangkan bagian barat dibatasi oleh bukit anakan dan Sungai Opak.

Selain menjelajahi bangunan-bangunan kuno sambil membayangkan kemegahan bangunan-bangunan Keraton Ratu Boko pada jamannya, pengunjung juga bisa berkemah di lokasi bumi perkemahan yang berbentuk terasering (bertrap) dengan kapling-kapling dari konblok untuk tempat mendirikan tenda.

Di lokasi tersebut tersedia lapangan upacara, toilet putra-putri, listrik, sarana air bersih, musala, pendopo, serta fasilitas lain seperti tenda camping, keamanan intern, asuransi, maupun tenda camping ekslusif dengan kapasitas camping sekitar 600 orang.

Untuk mengisi kegiatan camping, pengelola Situs Ratu Boko juga menyediakan kegiatan Boko Trekking yang dimulai pada pukul 03.00 WIB dini hari – 09.00 WIB. Fasilitas yang disediakan peralatan tongkat, lampu senter, pemandu, makanan kecil dan minum, serta sovenir.

Pengelola Situs Ratu Boko juga menyediakan paket berupa kegiatan yang mengandung unsur edukasi tentang arkeologi yaitu eskavasi (penggalian), restorasi (perbaikan), dan konservasi (perawatan). [Pembaruan/Yumeldasari Chaniago]