Kemang Jakarta SelatanDulu, Kemang sulit dijangkau, jalannya masih tanah. Pamornya mulai terangkat lantaran dijadikan tempat mangkal para Jawara. Kini, Kemang berubah menjadi kampung modern. Penuh cafe, resto, hotel, dan tentu saja para bule ekspatriat.

Dibanding kawasan sekitarnya, nama Kemang sudah jauh terkenal karena memiliki karakteristik tofografi yang berbeda dengan kawasan lain di Selatan Jakarta. Kondisi tanahnya lebih tinggi dan berbukit-bukit kecil. Udaranya lebih sejuk karena pepohonannya masih rapat dan rimbun.

Oleh karenanya sejak jaman Belanda sudah menjadi tempat tinggal orang-orang berpengaruh. “Kemang sebenarnya sudah terkenal sejak abad 18. Ketika itu lurah beserta mandor-mandornya menetap di sini,” tutur H. Ahmadi Umar salah seorang penduduk asli yang juga tokoh masyarakat Kemang.

Bukan cuma orang yang berpengarauh saat itu, para jawara pun banyak yang menetap di Kemang. “Ketika itu banyak Jawara di luar Kemang bilang, kalau ingin disegani tinggallah di Kemang meskipun aktivitasnya di luar Kemang,” jelas Umar sambil tersenyum.

Nama Kemang sendiri banyak yang mengatakan diambil dari nama tumbuhan sejenis mangga yang banyak tumbuh di kawasan ini. Buah kemang (mangifera kemang caecea). Konon hingga tahun 1950-an masih banyak tumbuh di kawasan ini.

Meskipun Kemang sejak lama sudah menjadi kawasan yang dikenal orang, namun akses jalan untuk menuju Kemang terbilang masih cukup sulit. Ketika itu jalan satu-satunya menuju kemang masih tanah. “Baru setelah Jalan Raya Kemang dibuka oleh Jenderal Gatot Subroto sekitar 1958 sejak itu Kemang semakin hidup,” cerita Umar lagi.

Menurut pengakuan Umar, Kemang mulai didatangi kalangan ekspatriat sejak 1965 “Orang asing yang datang dan tinggal di Kemang berawal setelah Gestapu. Jumlahnya pun masih bisa dihitung dengan jari karena belum semua jalan yang diaspal,” kenang Umar.

Lambat laun ekspatriat yang tinggal di Kemang semakin banyak. Mendekati tahun 90-an mulailah bermunculan cafe-cafe hingga kini. Sampai akhirnya Kemang ditetapkan sebagai “kampung modern” pada 1999 melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta No. 140/1999.

SK ini mengukuhkan kawasan ini bukan semata sebagai tempat tinggal para bule ekspatriat. Melainkan juga menjadi tempat wisatawan lokal tua muda menikmati hiburan siang dan malam.

Sumber: Majalah Travel Club