Merapi tampak gundul. Kawasan puncaknya terlihat seperti kulit terkelupas. Memutih karena luka. Tak tampak lagi kesannya yang garang. Membayangkannya, Merapi tak ubahnya orangtua yang kelelahan karena terus terbatuk.

Museum Ketep Pass [Foto-foto: Pembaruan/Sotyati]

Teater Vulkano dan restoran di Ketep Pass

Sinar matahari terasa menyengat kulit ketika menginjakkan kaki di Bukit Ketep, yang lebih dikenal dengan Ketep Pass, di Kabupaten Magelang Jawa Tengah, Sabtu, penggal awal Agustus ini. Tak sedikit pun terasa kesejukan, padahal tempat itu berada di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut.

Namun, udara panas tak menyurutkan langkah menuju tempat itu. Memang, nyaris tak ada tempat kosong di tempat parkir di depan loket untuk membeli karcis masuk. Terlihat berderet mobil, dengan pelat nomor dari berbagai daerah, termasuk pelat nomor Jakarta. Di tempat parkir utama, di sisi lain, terlihat ada dua bus berukuran besar.

Pengunjung yang mengendarai motor, bisa membawa masuk sepeda motornya hingga ke halaman Ketep Pass. Pada saat lepas siang itu, tempat parkir motor itu juga penuh. “Maklum Sabtu. Tempat ini ramai dikunjungi orang pada akhir pekan,” kata tiga petugas parkir di sana, bersahut-sahutan. Memang benar. Banyak yang datang lepas siang itu, dan sebagian berpasangan.

Ketep Pass menjadi pilihan berwisata murah. Dengan karcis masuk Rp 2.000, pengunjung bebas memasuki halaman luasnya, yang disebut Panca Arga.

Kalau tujuannya hanya menatap Merapi dari kejauhan, pilihannya adalah duduk di bangku-bangku yang disediakan. Di tempat itu bisa ditemukan gazebo-gazebo, di halaman kiri dan halaman kanan bangunan utama. Di salah satu sudut bangunan utama, juga bisa dijumpai bangku-bangku untuk memandang Merapi.

Anak-anak muda yang datang berombongan, umumnya lebih senang duduk di tembok yang sekaligus memagari kawasan itu. Yang datang berpasangan umumnya lebih senang mencari tempat yang jauh dari keramaian, duduk mojok. Berbincang merajut masa depan, sambil memandang Merapi di kejauhan.

Tak jauh dari gazebo-gazebo itu, tampak bangunan-bangunan mungil. Di tempat itu pengunjung bisa mengintip Merapi lebih dekat dengan bantuan teropong. Bukan gratis, tentu saja, karena ada penjaga yang siap membantu mengoperasikan teropong itu. Ongkosnya Rp 3.000 per tiga menit.

Bangunan utama di tempat itu terdiri atas dua lantai, Volcano Theatre atau Teater Vulkano, di lantai bawah dan restoran di lantai atas. Teater Vulkano, pengunjung bisa menonton film tentang kegiatan penelitian Merapi oleh para peneliti dari Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Memang bukan film tentang aktivitas Merapi terbaru, namun cukup memberi tambahan pengetahuan serta pemahaman tentang gunung paling aktif di dunia itu.

Ruang untuk menonton hanya mampu menampung 70 orang, dilengkapi alat pendingin ruangan. Untuk tayangan se-panjang 25 menit itu, masing-ma- sing penonton dipungut biaya Rp 3.000. Peminat harus mendaftarkan terlebih dulu kepada petugas di kios di depan pintu masuk Teater Vulkano. Jika peminat sudah memenuhi kuota, petugas itu akan memanggil satu per satu calon penonton melalui pengeras suara.

Pemahaman lebih lengkap tentang Merapi bisa diperoleh di museum, masih di areal itu, di antara restoran dan tempat parkir utama. Namun sekali lagi, penonton dipungut biaya Rp 3.000 jika memasukinya. Di tempat itu penonton bisa melihat tahapan aktivitas Merapi, dalam bentuk gambar, foto, peta, juga peralatan untuk mengamati Merapi. Di tengah-tengah ruang museum, tampak miniatur Merapi.

Gazebo-gazebo untuk mengamati Merapi di kejauhan

Mengintip Merapi melalui teropong

Lima Gunung

Capek berkeliling, restoran pilihan paling tepat untuk beristirahat. Restoran yang berpemandangan lepas itu hanya buka sampai pukul lima setiap hari. Menu paling menarik perhatian untuk dicoba adalah singkong crispy dan martabak mi, hidangan yang memang cocok dengan suasana sejuk di tempat itu. Singkongnya dipotong kecil-kecil dan digoreng kering garing. Crispy!

Ketep Pass atau Bukit Ketep yang diresmikan Oktober 2002, memang dikembangkan sebagai tempat tujuan wisata bagi keluarga. Tempat wisata baru di jalur Solo – Borobudur itu tak hanya bersifat rekreatif, namun juga edukatif.

Ketep Pass berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Magelang, atau sekitar 32 kilometer dari Kota Salatiga. Selain panorama Merapi, daya tarik lainnya adalah sejuknya udara dan hijaunya lahan-lahan pertanian.

Pemandangan seperti itu masih tersisa di areal Ketep Pass. Saung-saung tanaman hias tampak tak terurus. Anggrek, aglaonema, euforbia dan anthurium, tampak berselimutkan abu.

Dari ketinggian Ketep Pass, tampak jalan berkelok-kelok menuju Boyolali. Hitam dan mulus. Jika cuaca cerah, di pelataran Panca Arga, pengunjung dapat menikmati panorama alam gunung-gunung besar di Jawa Tengah, yakni Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, dan Slamet.

Keberadaan tempat wisata itu membuka lahan pekerjaan baru warga di sekitar. Selain menyewakan teropong, warga setempat juga membuka warung yang menjajakan jagung bakar, minuman penghangat, mendoan, ataupun cenderamata di jalan di sepanjang areal Ketep Pass. [Pembaruan/Sotyati]