Ruang Matahari (Sun Room) biasanya dipakai untuk berjemur sekaligus memandangi kecantikan kebun mawar yang terhampar di sekelilingnya.

Louis XIV Salon atau biasa pula disebut Drawing Room yang dibangun dengan arsitektur bergaya Beaux Art dari Prancis dipercantik dengan keberadaan fresco, yakni lukisan minyak di atas kanvas yang diletakkan di atas dinding langit-langit dan bertemakan “Eternity of Angels”.

Walsh Mansion, salah satu dari beberapa bangunan antik bergaya Beaux Art di sepanjang Massachusetts Avenue, Washington DC, dipandang penting karena sejumlah alasan. Bangunan ini tidak hanya tempat berlokasinya Kedubes RI untuk Amerika Serikat. Tetapi juga, salah satu bangunan bersejarah di Ibukota AS yang dilindungi. Walsh Mansion tercatat di dalam National Register of Historic Places.

Selain punya keunikan arsitektur, kekayaan dan kehidupan penuh warna orang-orang yang dulu pernah menempatinya, menambah daya tarik sejarah bangunan. Evalyn Walsh McLean, pemilik Hope Diamond sebesar 44,5 karat yang menakjubkan, pernah bermukim di sana.

Perasaan takjub akan kemegahan Walsh Mansion seketika menyergap saat SP pertama kali menginap di KBRI belum lama ini. Thomas F.Walsh, pria kaya raya kelahiran County Tipperary, Irlandia, mulai membangun kediaman tersebut pada 30 April 1901. Tanah untuk lokasi bangunan dibeli senilai US$ 75.000. Pembangunan yang menelan dana hingga US$ 893.000 dimulai tidak lama setelah itu. Bangunan mulai dihuni keluarga Walsh pada penghujung musim gugur 1903.

Bukan hal mengherankan apabila bangunan dirancang bergaya Beaux Arts. Pasalnya, masyarakat sosialita Amerika ketika itu sangat dipengaruhi oleh Ecole des Beaux Arts di Paris, yang mencapai puncak popularitasnya pada era 1890-1930.

Sebelum menjangkau bagian utama bangunan, orang- orang yang memasuki Walsh Mansion melewati dulu Ruang Matahari (Sun Room). Biasanya, ruangan itu dipakai untuk berjemur, sekaligus memandangi keindahan kebun mawar yang terhampar di sekelilingnya. Tetapi pada 1982, kebun sudah dijadikan perluasan gedung baru KBRI oleh Dubes Ashari Danudirdjo.

Tangga terbentang persis di tengah-tengah ruangan Balairung Utama di Walsh Mansion, yang tidak lazim pada arsitektur khas Beaux Arts lainnya. Patung marmer dua penari Romawi berangka tahun 1885 dan sebuah vas kaca berukuran raksasa karya Dale Chauly jadi sejumlah koleksi antik yang menghiasi ruangan Balairung Utama.

Foto-foto:SP/Elly Burhaini Faizal

Walsh Mansion, salah satu dari beberapa bangunan antik bergaya Beaux Art di sepanjang Massachusetts Avenue, Washington DC.

Dekorasi kaca berwarna (stained glass) karya Tiffany, menghias di tiap atas jendela yang mengelilingi ruangan. Hiasan burung yang ada di dekorasi itu, karakternya sengaja dibuat berbeda-beda. Jika dicermati, permukaan kaca tampak melengkung-lengkung.

Ratmoko Ratmansunu, seorang Staf Penerangan di KBRI mengatakan, permukaan kaca sengaja dibuat tidak rata agar tidak pecah akibat perubahan suhu yang ekstrem. Hawa musim panas bisa sangat menyengat. Sebaliknya, di musim dingin suhu bisa mencapai di bawah nol derajat. “Kaca sengaja dibuat tidak rata agar lentur menghadapi perbedaan suhu yang ekstrem,” kata Kiko, begitu ia biasa dipanggil. Jika ditimpa sinar matahari, dekorasi kaca berwarna terlihat tiga dimensi. Indah sekali. Kaca berwarna karya Tiffany, juga menghiasi langit-langit Balairung Utama (Main Hall).

Bagi keluarga Walsh, menghiasi rumah dengan indahnya kaca berwarna yang didesain langsung oleh Tiffany, tidaklah sulit. Uang bukan masalah. Thomas, yang bermigrasi ke AS pada usia 19 tahun, menjadi kaya raya di penambangan emas Colorado. Ia pemilik satu-satunya sekaligus pengembang Camp Bird Mine di Ouray, Colorado, salah satu tambang emas terkaya di dunia.

Seni kaca berwarna itu dikembangkan oleh dua pelukis, yakni John La Farge (1835-1910) dan Louis Comfort Tiffany (1848-1933). Pada 1870-an, mereka memulai bereksperimen mengembangkan kaca berwarna. Dipengaruhi impresionisme Prancis, mereka memberikan penekanan pada cahaya. Jadi, teknik stained glass yang bergantung pada cahaya untuk menimbulkan efek dramatis, sangatlah mempesonakan.

Dekorasi kaca berwarna (stained glass) karya Tiffany menghias jendela yang mengelilingi ruangan serta langit-langit Balairung Utama. Permukaan kaca sengaja dibuat tidak rata agar tidak pecah akibat perubahan suhu yang ekstrim.

Prancis

Setelah melewati Sun Room, para pengunjung akan terhubung langsung ke Louis XIV Salon atau biasa pula disebut Drawing Room. Ruangan yang sekelilingnya dipasangi kaca ini juga dibangun dengan arsitektur bergaya Beaux Art dari Prancis. Keindahan ruangan tidak bisa dilepaskan dari keberadaan fresco, yakni lukisan minyak di atas kanvas yang diletakkan di atas dinding langit-langit. Bertemakan Eternity of Angels, lukisan dinding atau fresco menggambarkan malaikat-malaikat yang beterbangan. Jika menengadah ke atas, kita seperti sedang berada di dalam kolam yang pada bagian atas bertebaran dewa-dewi asmara, serta bunga-bunga mawar.

Di seluruh 50 ruangan yang ada di Walsh Mansion, dewa-dewi asmara dan bunga-bunga mawar dipastikan tergambar di fresco langit-langit ruangan. Hanya fresco di Louis XIV Salon ini sajalah yang juga disemarakkan dengan kehadiran malaikat-malaikat. Belum diketahui, siapa yang melukis fresco di ruangan tersebut.

Sekarang, Louis XIV Salon diberi nama Ruang Presiden. Potret enam Presiden Indonesia tergantung pada dinding di seantero ruangan, mulai dari Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Dinding di Ruang Presiden itu sendiri langsung terhubung ke Balairung Utama.

Jika dibandingkan arsitektur Beaux Arts lainnya, hanya bangunan Walsh Mansion yang agak aneh. Ada tangga utama terbentang persis di tengah-tengah ruangan. Arsitekstur khas Beaux Arts, biasanya tidak memiliki Balairung Utama. Tangga bangunan bergaya Beaux Arts lazimnya menyamping, tidak sentral.

Keunikan arsitektur rumah tampaknya sengaja diadopsi Thomas Walsh ketika sedang bepergian menumpang kapal pesiar Jerman. Selain berbentuk kotak dengan tangga utama membelah persis di tengah ruangan, gambar-gambar juga dipasang di dinding seantero Balairung Utama, ciri khas kapal-kapal pesiar Eropa. Ini yang mungkin hendak ditiru.

Keunikan arsitektur Walsh Mansion menyebabkan gedung yang diputuskan dibeli seharga US$ 335.000 dan dijadikan KBRI oleh Dubes Ali Sastroamidjojo pada 1951, kerap dikunjungi wisatawan. Apalagi, sejarah keluarga pasangan Thomas F Walsh-Carrie Bell Reed Walsh, khususnya putri mereka Evalyn Walsh McLean, menyimpan segudang cerita menarik.

Setelah menikah dengan Edward McLean, Evalyn membeli Hope Diamond dari Pierre Cartier di Prancis seharga US$ 150.000. Berlian berwarna biru ini dipercaya membawa kutukan. Siapa pun yang memilikinya akan ditimpa musibah, termasuk istri Louis XIV, Marie Antoinette, yang dipenggal semasa Revolusi Prancis. Keluarga Walsh pun akhirnya mengalami kebangkrutan. Rumah mewah mereka disita dan dipercayakan pada Trustee untuk dijual. Akhirnya, mansion jatuh ke tangan Pemerintah Indonesia.

Arwah Evalyn sendiri diyakini masih bercokol di Walsh Mansion, yang masuk dalam deretan “rumah berhantu” (haunted house) di Washington DC. Gangguan makhluk halus disebut-sebut hingga kini masih kerap terjadi, khususnya di Ruang Dharma Wanita di lantai 3. Maklum, ruang ini dulu merupakan kamar tidur Evalyn.

Jika bertandang ke Washington DC, sempatkanlah mampir ke KBRI. Dipoles seindah apa pun, bangunan tua itu memang tetap bikin bulu kuduk berdiri. Cocok dipakai syuting uji nyali atau film horor. Adapun berlian biru, yang kini disimpan di Smithsonian Museum of Natural History, ditaksir nilainya sudah mencapai US$ 200 juta. Sementara Walsh Mansion, yang kini berusia 107 tahun, taksiran harganya kini tidak kurang US$ 150 juta. [SP/Elly Burhaini Faizal]