Foto-foto PEMBARUAN/STEFY THENU-Pintu gerbang kleteng sam poo kong, simongan semarang

Angin kering berhembus kencang di penghujung April, menerbangkan butiran debu ke segala arah. Di siang yang terik itu, butiran debu itu menumpuk di atap dan setiap sudut bangunan merah mencolok di Bukit Simongan Semarang. Suasana kumuh itu, ditingkahi lagi dengan hiruk-pikuk ratusan pekerja dan hilir-mudik truk-truk pengangkut tanah urukan di dalam kompleks bangunan tersebut.

Yang menarik, suasana kumuh dan hiruk-pikuk para pekerja tersebut, tidak membuat sejumlah peziarah yang datang ke tempat itu bergeming dari tempatnya. Mereka dengan khusyuk memanjatkan doa dan harapan ke atas langit, ke tempat para dewa. Suasana gaduh itu bercampur dengan keheningan ritual, di tengah aroma dupa hio dan asap lilin, sontak membangkitkan gairah spiritualitas.

Ya, hari-hari yang sibuk para pekerja dan ramainya peziarah kini menjadi pemandangan yang lumrah di Klenteng Gedung Batu, nama lain Sam Poo Kong, yang berdiri kokoh di Bukit Simongan, Semarang, Jawa Tengah. Ratusan pekerja bekerja keras mengejar target agar bisa rampung sebelum perayaan Peringatan 600 Tahun Perjalanan Laksamana Cheng Ho, yang jatuh pada Agustus mendatang.

Klenteng Sam Poo Kong, didirikan untuk menghormati dan mengenang misi perdamaian Laksamana Cheng Ho, yang mendapat gelar Sam Poo Tay Djien, 600 tahun silam, saat singgah di Bukit Simongan, Semarang, dalam pelayarannya ke Samudera Barat, dari Tiongkok, hingga ke Afrika. Selama ratusan tahun, Klenteng Sam Poo Kong telah menjadi tempat tujuan wisatawan dan peziarah dari seluruh dunia untuk memperingati Laksamana Cheng Ho.

Menurut sejumlah literatur sejarah, misi perdamaian Cheng Ho dimulai pada 11 Juli 1405, saat bersama lebih dari 200 armada berlayar ke Samudera Barat, yakni wilayah sebelah barat Laut Tiongkok Selatan sampai Afrika Timur. Selama hidupnya, Cheng Ho atau juga biasa disebut Zheng He melakukan petualangan antarbenua selama 7 kali berturut-turut dalam kurun waktu 28 tahun (1405-1433). Tak kurang dari 30 negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika pernah disinggahinya.

Pelayarannya itu tercatat lebih awal 87 tahun dibanding Columbus. Juga lebih dulu dibanding Vasco da Gama yang berlayar dari Portugis ke India tahun 1497. Bahkan terpaut 114 tahun lebih dulu dari Ferdinand Magellan yang merintis pelayaran mengelilingi bumi.

Armada Raksasa

Ekspedisi Cheng Ho melibatkan armada raksasa. Pertama mengerahkan 62 kapal besar dan belasan kapal kecil yang digerakkan 27.800 awak. Pada pelayaran ketiga mengerahkan kapal besar 48 buah, awaknya 27.000. Sedangkan pelayaran ketujuh terdiri atas 61 kapal besar dan berawak 27.550 orang. Bila dijumlah dengan kapal kecil, rata-rata pelayarannya mengerahkan 200-an kapal.

Kapal yang ditumpangi Cheng Ho disebut ‘kapal pusaka’ merupakan kapal terbesar pada abad ke-15. Panjangnya mencapai 44,4 zhang (138 m) dan lebar 18 zhang (56 m). Lima kali lebih besar daripada kapal Columbus. Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas kapal tersebut 2.500 ton.

Model kapal itu menjadi inspirasi petualang Spanyol dan Portugal serta pelayaran modern di masa kini. Desainnya bagus, tahan terhadap serangan badai, serta dilengkapi teknologi yang saat itu tergolong canggih seperti kompas magnetik.

Laksamana Cheng Ho hidup pada masa Dinasti Ming, dalam masa pemerintahan Kaisar Yung Lo. Dinasti Ming sendiri memerintah 1368 – 1643. Namun, dalam Ming Shi (Sejarah Dinasti Ming) tak terdapat banyak keterangan yang menyinggung tentang asal-usul Cheng Ho.

Hanya disebutkan bahwa dia berasal dari Provinsi Yunnan, dikenal sebagai kasim (abdi) San Bao. Nama itu dalam dialek Fujian biasa diucapkan San Po, Sam Poo, atau Sam Po. Sumber lain menyebutkan, Ma He (nama kecil Cheng Ho) yang lahir tahun Hong Wu ke-4 (1371 M) merupakan anak ke-2 pasangan Ma Hazhi dan Wen.

menjelang peringatan 600 tahun kunjungan laksamana ceng ho, kleteng sam poo kong di bukit simongan sedang dipugar

Saat Ma He berumur 12 tahun, Yunnan yang dikuasai Dinasti Yuan direbut oleh Dinasti Ming. Para pemuda ditawan, bahkan dikebiri, lalu dibawa ke Nanjing untuk dijadikan kasim istana. Tak terkecuali Cheng Ho yang diabdikan kepada Raja Zhu Di di istana Beiping (kini Beijing).

Di depan Zhu Di, kasim San Bao berhasil menunjukkan kehebatan dan keberaniannya. Misalnya saat memimpin anak buahnya dalam serangan militer melawan Kaisar Zhu Yunwen (Dinasti Ming). Abdi yang berpostur tinggi besar dan bermuka lebar ini tampak begitu gagah melibas lawan-lawannya. Akhirnya Zhu Di berhasil merebut tahta kaisar.

Ketika kaisar mencanangkan program pengembalian kejayaan Tiongkok yang merosot akibat kejatuhan Dinasti Mongol (1368), Cheng Ho menawarkan diri untuk mengadakan muhibah ke berbagai penjuru negeri. Kaisar sempat kaget sekaligus terharu mendengar permintaan yang tergolong nekad itu.

Berangkatlah armada Tiongkok di bawah komando Cheng Ho (1405). Terlebih dahulu rombongan besar itu menunaikan shalat di sebuah masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi Fujian). Pelayaran pertama ini mampu mencapai wilayah Asia Tenggara (Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Jawa). Tahun 1407-1409 berangkat lagi dalam ekspedisi kedua.

Ekspedisi ketiga dilakukan 1409-1411. Ketiga ekspedisi tersebut menjangkau India dan Srilanka. Tahun 1413-1415 kembali melaksanakan ekspedisi, kali ini mencapai Aden, Teluk Persia, dan Mogadishu (Afrika Timur). Jalur ini diulang kembali pada ekspedisi kelima (1417-1419) dan keenam (1421-1422). Ekspedisi terakhir (1431-1433) berhasil mencapai Laut Merah.

Pelayaran luar biasa itu menghasilkan buku Zheng He’s Navigation Map yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Jalur perdagangan Cina berubah, tidak sekadar bertumpu pada ‘Jalur Sutera’ antara Beijing-Bukhara.

Dalam mengarungi samudera, Cheng Ho mampu mengorganisir armada dengan rapi. Kapal-kapalnya terdiri atas kapal pusaka (induk), kapal kuda (mengangkut barang-barang dan kuda), kapal penempur, kapal bahan makanan, dan kapal duduk (kapal komando), plus kapal-kapal pembantu. Awak kapalnya ada yang bertugas di bagian komando, teknis navigasi, militer, dan logistik.
Sebagai orang Hui (etnis di Cina yang identik dengan Muslim) Cheng Ho sudah memeluk agama Islam sejak lahir. Kakek dan ayahnya disebut-sebut merupakan bergelar haji. Sampai sekarang, selain dikunjungi para peziarah dari etnis Tionghoa, Sam Poo Kong juga banyak didatangi para peziarah muslim, baik domestik maupun mancanegara.

masyarkat berdatangan untuk berziarah dan berdoa

Jaran Sam Poo

Para peziarah selalu menyempatkan untuk berziarah ke klenteng ini pada setiap tanggal 29 Lak Gwe (bulan 6) Imlek (sekitar bulan Juli-Agustus penanggalan Masehi) yang dipercayai sebagai hari kelahiran dan kedatangan Laksamana Cheng Ho ke Jawa atau tepatnya di kota Semarang dan lebih dikenal dengan istilah Jaran Sam Poo. Sedangkan peziarah muslim lokal banyak berdoa pada setiap malam Jumat kliwon.

Selain tempat pemujaan terhadap Cheng Ho, di klenteng ini juga ada sejumlah tempat yang dipercayai sebagai makam dari orang-orang kepercayaan Laksamana Cheng Hoo saat di Jawa, seperti makam Mbah Kiai Cundrik Bumi, Mbah Kiai Djangkar dan Mbah Djurumudi, Kyai dan Nyai Tumpeng.

Nama-nama itu konon mengacu pada benda-benda yang ada dalam kapal Cheng Ho, seperti Mbah Kiai Cundrik Bumi misalnya, merupakan tempat segala jenis persenjataan yang digunakan mempersenjatai awak kapal. Kiai Nyai Tumpeng berkaitan dengan urusan makanan di kapal, dan Kiai Djangkar tempat meletakkan jangkar kapal. Sedangkan tempat ziarah Mbah Djurumudi diduga sebagai makam juru mudi kapal.

Di klenteng ini juga ada tradisi Perayaan Sam Po yang diadakan tiap tahun pada tanggal Lak Gwe Ji Kauw atau Lak Gwe Sha Cap sesuai penanggalan Imlek. Perayaan Sam Po Tahun ini pada Lak Gwe Sha Cap jatuh di tanggal 4 Agustus 2005. Acara akan dimulai Lak Gwe Ji Kauw dan dalam sehari penuh panitia sudah harus menyelesaikan segala keperluan untuk acara malam harinya yaitu upacara kebesaran sembahyang bersama yang diikuti Pengurus Yayasan Klenteng Tay Kak Sie, Yayasan Tjie Lam Tjay, Cia dan Hu Locu serta Panitia Perayaan.

Kini, perayaan 600 tahun pelayaran legendaris Cheng Ho menjelajah lautan oleh Laksamana Cheng Ho dirayakan oleh negara-negara yang pernah disinggahi oleh Cheng Ho. Indonesia juga turut serta memeriahkan perayaan ini dengan menyelenggarakan berbagai macam kegiatan menarik yang dipusatkan di Semarang.

Ketua Umum Panitia Pelaksana dan Fasilitator Peringatan ke-600 tahun Perjalanan Laksamana Cheng Ho, Sindu Dharmali, mengungkapkan, panitia dikoordinasi langsung di bawah Gubernur Jawa Tengah dan didukung sepenuhnya oleh Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Kantor Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata serta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Panitia terdiri dari masyarakat Tionghoa di Provinsi Jawa Tengah dan dari unsur Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kota Semarang sebagai fasilitator. Menurut Sindu, pameran internasional Cheng Ho merupakan salah satu kegiatan utama Peringatan 600 tahun Laksamana Cheng Ho.

Pameran ini akan menampilkan produk-produk unggulan dan perkembangan kemajuan global di bidang perdagangan, pariwisata dan investasi, terutama dari negara-negara yang pernah dikunjungi Cheng Ho selama perjalanannya. Business meeting dan business matching juga diadakan untuk mendukung pameran.

Mengawali semua kegiatan yang akan diselenggarakan, kata Sindu, akan dilakukan peresmian pemugaran bangunan utama Klenteng Sam Poo Kong. Untuk membangun proyek besar tersebut agar kental dengan nuansa Tiongkok Kuno, Ketua Pelaksana Proyek, Ganda Wijaya, mengaku sengaja mengunjungi banyak kuil di Cina selama dua bulan. Ia mempelajari corak ukiran dan seni bangunan di sana yang akan diterapkan di Sam Poo Kong.

Selain upacara ritual yang tiap tahun rutin diselenggarakan, khusus untuk peringatan 600 tahun pelayarannya, diadakan beberapa kegiatan lain seperti seminar perdagangan dan kebudayaan internasional, upacara peringatan 600 tahun Cheng Ho, peresmian dari renovasi bangunan utama Klenteng Sam Poo Kong, arak-arakan Sam Poo, pertandingan Barongsay internasional, dan pertunjukan kebudayaan dari negara-negara pendukung.

Peringatan tersebut difokuskan pada tiga tempat, yakni Sam Poo Kong Gedung Batu, Klenteng Tay Kak Sie, dan PRPP. Acara di Klenteng Sam Poo Kong dimulai 14 Juli, yaitu pemindahan Kongco Sam Po Tay Djien. Pada 1-4 Agustus dilaksanakan serangkaian kegiatan seperti peresmian klenteng, seni barongsai, dan sembahyang bersama.

Di Klenteng Tay Kak Sie dimulai pada 1-2 Agustus dengan melakukan doa bersama dipimpin 68 bhiksu bertema “Perdamaian Dunia”. Penyalaan lilin seinggi 6 meter di klenteng itu rencananya disulut oleh Gubernur.

Pada 4 Agustus diadakan kirab dari Tay Kak Sie menuju Sam Po Kong dan kembali ke Tay Kak Sie lewat Wisma Perdamaian. ”Saat ini panitia mengajukan permohonan kepada Keraton Surakarta untuk dapat mengirimkan pasukan berkuda dan pengawal yang akan digabungkan dalam parade pasukan Ceng Ho,” kata ketua umum peringatan Sindu Dharmali.

Acara di PRPP dimulai 2-3 Agustus dengan agenda malam seni dan budaya. Juga pameran dari India, Srilanka, dan Thailand. Pameran internasional dengan peserta dari dalam dan luar negeri akan digelar 3-7 Agustus di Bale Merapi dan Bale Merbabu.

Seminar ”Perjalanan Laksamana Ceng Ho di Indonesia” mendatangkan pembicara Menteri Perdagangan RI serta dari luar negeri digelar 2 Agustus di Grhadika Bhakti Praja. Seminar lainnya berlangsung di Tay Kak Sie dengan pembicara Habib Chirzin, Presiden Islamic Millenium Forum for Peace and Dialoque.

PEMBARUAN/STEFY THENU