PEMBARUAN/NYOMAN MARDIKA

HANOMAN DUTA- Ogoh-ogoh ini merupakan karya warga Sesetan, Denpasar, Bali, juara pertama dalam lomba pawai ogoh-ogoh HUT ke-13 Kota Denpasar yang diselenggarakan Minggu (20/2).

Tradisi pawai ogoh-ogoh (patung raksasa) yang biasanya berlangsung sehari menjelang Nyepi atau disebut “pengrupukan” di Denpasar tidak akan lagi berlangsung. Sebab, tradisi ini tengah dialihkan lewat lomba menyambut HUT Kota Denpasar ke-13 Minggu (20/2) dan Senin (21/2). Bahkan, lomba ini tengah dirancang untuk bisa digelar setiap tahun secara kontinyu sebagai daya tarik wisata.

Antusias warga Kota Denpasar menyambut pawai ogoh-ogoh ini memang sangat tinggi. Terbukti ribuan warga kota yang juga merupakan pusat ibu kota provinsi Bali berduyun-duyun menonton atraksi ini. Mereka rela berdesak-desakan bersama turis mancanegara yang ikut menyaksikan ogoh-ogoh. Bahkan ada beberapa pasangan suami istri kehilangan anaknya dan baru diketemukan setelah pawai berakhir.

Upaya Pemkot Denpasar mengalihkan tradisi ogoh-ogoh ini memang agak masuk akal dalam upaya menjadikan Denpasar sebagai kota budaya sesuai gagasan dari Walikota Denpasar, Drs AA Puspayoga. Sedangkan meniadakan pawai ogoh-ogoh menjelang Nyepi ini untuk lebih aman dan nyamannya warga kota merayakan Nyepi.Hal ini sudah berlangsung tahun lalu dengan melarang ada pawai ogoh-ogoh.

Langkah meniadakan pawai ogoh-ogoh menjelang hari Raya Nyepi memang tidak bertentangan dengan ajaran agama Hindu. Sebab, tidak ada dalam agama Hindu kalau menjelang Nyepi harus ada pawai Ogoh-Ogoh. Hal itu dibenarkan tokoh Hindu yang mantan Wakil Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ketut Wiyana yang menyampaikan bahwa tidak ada keharusan kalau menjelang Nyepi harus ada pawai Ogoh-Ogoh. Sebab, sehari menjelang Nyepi, upacara yang resmi adalah Tawur Kesanga yakni upacara pembersihan seluruh alam.

Sebenarnya keinginan meniadakan pawai Ogoh-Ogoh ini digelar pada upacara “pengrupukan” dan menjadikan sebagai ajang lomba karena mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Karena, beberapa kali menyambut Nyepi sudah terjadi beberapa kali bentrokan antarwarga saat pawai Ogoh-Ogoh yang melibatkan anak-anak muda akibat ketersinggungan saat pawai berlangsung.

Ketersinggungan anak-anak muda ini memang bisa dimaklumi karena saat pawai Ogoh-Ogoh yang berlangsung malam hari, beberapa anak muda yang mengusung Ogoh-Ogoh tersebut sebelum beraksi, minum minuman keras. Akibatnya, sebagian dari mereka tidak terkontrol, tidak mampu mengendalikan diri sehingga terjadilah keributan.

Berbeda halnya ketika pawai Ogoh-Ogoh ini dikemas dalam sebuah lomba maka mereka yang ikut lomba diatur sedemikian rupa mulai dari bentuk yang harus ditampilkan serta penampilan yang harus serasi. Selain itu kegiatan lomba ini dirancang siang hari mulai pukul 15.00 dengan mengambil tempat di bundaran patung Catur Muka, tepatnya di depan Kantor Walikota Denpasar.

Pembaruan Jurnasyanto Sukarno

MERAH- Ogoh-ogoh bernuansa merah yang digelar pada 7 April 2003.

Nampaknya ajakan dari Walikota Denpasar menjadikan Ogoh-Ogoh sebagai lomba mendapat sambutan antusias dari warga Kota Denpasar, terutama kalangan generasi muda, kendati hanya disubsidi panitia Rp 400 ribu per Ogoh-Ogoh. Sebab, ada kesempatan dari generasi muda untuk bekreativitas lewat seni Ogoh-Ogoh kendati harus mengeluarkan biaya yang cukup besar dan tidak sebanding dengan hadiah yang disiapkan panitia lomba.

Dari pantauan Pembaruan, rata-rata Ogoh-Ogoh yang dibuat mengeluarkan biaya di atas Rp 5 juta, bahkan ada yang sampai Rp 30 juta. Padahal panitia sendiri menyediakan hadiah Rp 7,5 juta untuk juara I kategori Ogoh-Ogoh tradisional dan Rp 5 juta untuk ketegori kreasi baru. Sedangkan juara II tradisional Rp 5,5 juta dan juara III Rp 3,5 juta.

“Kami tidak melihat besarnya hadiah yang disediakan panitia. Akan tetapi, bagaimana warga kami bisa menyalurkan aktivitas lewat ogoh-ogoh ini,” ujar Made Arjaya tokoh pemuda Desa Adat Intaran Sanur sekaligus menambahkan kalau warganya mengeluarkan biaya lebih dari Rp 30 juta untuk ikut kegiatan lomba ini.

Plt Kepala Bagian Humas Pemkot Denpasar, Erwin Suryadharma mengatakan, kegiatan lomba pawai Ogoh-Ogoh Februari lalu diikuti 98 peserta dari Sekeha Teruna Teruni, Desa Pakraman dan Poltabes Denpasar. Peserta paling banyak diikuti dari Denpasar Barat sebanyak 60 Ogoh-Ogoh disusul Denpasar Timur 27 dan Denpasar Selatan 11 Ogoh-Ogoh.

Peserta yang ikut lomba kalau ingin juara harus mengikuti aturan yang ditetapkan panitia terutama kriteria dalam penilaian dengan bobot yang ditetapkan lewat juri yang melibatkan pakar seni dan seniman. Kriterianya mulai dari kreativitas, komposisi, ekspresi dan penampilan. “Kriteria ini disesuaikan dengan bobot yang ditetapkan. Kami terpaksa menggelar acara ini dua hari karena pesertanya cukup banyak,” ujar Ketua Panitia Lomba Komang Astina.

Setelah melalui proses penilaian, panitia akhirnya menetapkan juara Ogoh-Ogoh yakni untuk kriteria tradisional, juara I Hanoman Duta (Sesetan Denpasar), Juara II Hanoman Duta (Banjar Abian Kapas Kaja), Denpasar Timur dan juara III Kerebut Kumbakarna (SMA Dwijendra Denpasar). Sedangkan kategori Ogoh-Ogoh kreasi keluar sebagai juara I Nang Eblong (Sesetan Denpasar), Kalikitarius (Banjar Tampak Gangsul Denpasar) dan Polisi Tangkap Bebotoh (Pemuda Bumi Ayu Denpasar).

PEMBARUAN/NYOMAN MARDIKA