MAKASSAR — Berkunjung ke Kota Makassar, Pantai Losari selalu menjadi tujuan utama bagi siapa saja yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di kota yang dijuluki Anging Mammiri ini. Namun kunjungan tersebut belum lengkap jika belum melihat panorama Paotere, pelabuhan rakyat (Pelra) yang masih eksis dan sarat dengan nilai sejarah.
Pelra Paotere terletak di bagian Utara Kota Makassar, berjarak sekitar tiga kilometer dari Pantai Losari. Pelabuhan yang merupakan salah satu pelabuhan rakyat warisan tempo doeloe ini, menyimpan bukti sejarah peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo sejak abad ke-14, sewaktu memberangkatkan sekitar 200 armada Perahu Phinisi ke Malaka untuk membantu Raja Malaka mengusir penjajah Belanda.
Kini, Pelabuhan Paotere masih dipakai sebagai pelabuhan perahu-perahu rakyat seperti Phinisi, Lambo, kapal-kapal motor nelayan dan pedagang antar pulau. Selain itu, Paotere juga menjadi pusat niaga nelayan, dengan adanya fasilitas Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang dibangun pemerintah setempat.
Dini hari, aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Paotere dan nelayan yang menjajakan hasil tangkapannya, menjadi pemandangan yang unik. Sementara di ruas-ruas jalan menuju TPI, tampak pula pedagang kaki lima yang menjajakan barangnya mulai dari souvenir, pakaian hingga kebutuhan rumah tangga, bahkan ada juga di antaranya yang menjual pakaian dan sepatu bekas impor. Kegiatan itu berlangsung hingga sekitar pukul 10.00 Wita dan kawasan Paotere terlihat ramai kembali pada sore hari sekitar pukul 15.00 Wita hingga menjelang senja.
Di Kawasan Paotere, selain dapat menyaksikan sunset juga dapat menikmati aneka sajian ikan bakar dan seafood, yang dilengkapi dengan cobe-cobe (sambal) khas Makassar. Sajian itu mudah ditemukan di sepanjang Jalan kawasan Paotere.
Ikan baronang, cepak, sunu (kerapu) dan ikan bolu (bandeng) merupakan maskot menu yang selalu disajikan baik di warung-warung tenda maupun rumah-rumah makan yang berkelas khususnya di Paotere, dan Makassar pada umumnya.
Untuk ole-ole alias buah tangan, ikan asin dari berbagai jenis ikan, seperti ikan teri, ikan sunu, ikan kakap merah (pindang), dan sebagainya dapat dibeli toko-toko yang berjejer disepanjang jalan Pelra Paotere.
Sementara bagi yang hobi memancing ikan, dapat memanfaatkan dermaga TPI yang menjorok ke laut sebagai tempat memancing. Anak-anak nelayan yang selalu berseliweran di tempat itu, selalu siap persewaan kail beserta umpannya, dengan harga yang sangat murah yakni Rp 2.000 hingga Rp 3.500 per jam.

Pelabuhan Kontainer
Pelra Paotere yang sarat dengan nilai sejarah, dalam waktu dekat, bakal menjadi pelabuhan kontainer, menyusul pelabuhan kontainer Soekarno-Hatta yang sudah ada. Kendati demikian, pihak pemerintah berjanji tidak akan menghilangkan ciri khas Paotere, sehingga tetap dapat menjadi kawasan wisata.
Ide mengembangkan Pelra Paotere menjadi pelabuhan kontainer itu, berangkat dari tingginya arus frekuensi lalulintas kontainer yang masuk ke Makassar. Sehingga pihak Pelindo II harus membidik kawasan baru sebagai pelabuhan kontainer.
Untuk pengembangan Pelra Paotere tersebut, Menteri Perhubungan Hatta Radjasa sudah pernah meninjau kesiapan Paotere menuju pelabuhan kontainer beberapa waktu lalu.
Namun dari hasil peninjauan itu, pengembangan pelabuhan kontainer di Paotere kemungkinan dilakukan melalui reklamasi pantai. Pertimbangannya, di pesisir pantai Paotere, terdapat kawasan yang terus mengalami pendangkalan.
Pendangkalan tersebut sangat jelas terlihat dari udara. Berkah dari pendangkalan itu, sudah tampak berupa embrio pulau.
Terlepas dari rencana pengembangan Paotere ke depan menjadi pelabuhan kontainer, pengembangan pelra ini diharapkan tidak mengganggu aktivitas dan kekhasan di daerah tersebut sebagai pelabuhan tradisional. Maklum, sejak dulu, Paotere sudah dikenal sebagai kawasan wisata pantai yang tidak kalah menariknya dengan Pantai Losari. (*)

Sumber: Sinar Harapan