Pasar Tanah Abang Blok A terletak di tengah kota sehingga mudah dijangkau warga Ibukota.

Pasar Tanah Abang Blok A terletak di tengah kota sehingga mudah dijangkau warga Ibukota.

Pasar Tanah Abang? Yang terlintas seketika kemacetan lalu lintas. Kenyataannya, semacet apa pun, dan seterik apa pun sinar matahari seperti pada musim kemarau kali ini, pengunjung tetap membeludak, terutama memasuki bulan Ramadan ini.

Mudah menandai Pasar Tanah Abang Blok A yang terletak di Jakarta Pusat itu dari kejauhan. Bentuk bangunan luarnya khas, didominasi cat warna hijau. Namun, memerlukan perjuangan tersendiri untuk mencapainya, karena padatnya arus lalu lintas. Kompleks Pasar Tanah Abang bisa diakses dari berbagai wilayah di Jakarta dengan kendaraan umum, seperti angkutan kota, bus, metromini, sampai kereta api.

Berbagai jenis kain tersedia di tempat ini dengan harga relatif murah.

Berbagai jenis kain tersedia di tempat ini dengan harga relatif murah.

Bayangan semula hari Jumat arus lalu lintas agak longgar, seperti penggal akhir Agustus lalu, juga tidak terbukti. Turun beberapa ratus meter dari gedung megah itu, berjalan kaki menuju bangunan pasar pun harus sigap menyeruak di antara jajaran pedagang kaki lima dan deretan ojek yang memenuhi pinggir jalan hingga bangunan pasar. “Pasar Tanah Abang memang tidak pernah sepi. Apalagi memasuki bulan Ramadan seperti sekarang ini,” kata Krisnawati, karyawan Bank Indonesia, ibu dua anak.

Ia, bersama dua temannya, tampak sedang memilih-milih baju di sebuah toko di lantai 5 pada Jumat lalu. Toko itu khusus menawarkan busana perempuan warna putih, ukuran panjang, aneka model, dengan hiasan bordir juga warna putih di bagian dada.

Krisna mengaku, minimal sebulan sekali pergi berbelanja ke Tanah Abang. Frekuensinya bisa bertambah jika ada keperluan khusus. “Kebetulan ini menjelang Lebaran, saya melihat-lihat baju yang cocok untuk anak-anak saya,” kata Krisna yang tinggal di Ciputat.

Ia lebih senang berbelanja di lantai 5 atau lantai 6, yang menyediakan busana Muslim dan busana kelas fashion. Di lantai itu, barang-barang yang ditawarkan berkualitas lebih baik dibandingkan di lantai bawah, lantai yang diperuntukkan kelas grosir. Namun, ia masih memberikan catatan. “Tentu bukan untuk keperluan tampil dalam acara-acara yang sangat resmi. Kalau untuk tampil di acara-acara seperti itu, belinya ya di department store,” katanya.

Bagi Krisna, cukup menyenangkan berbelanja di Pasar Tanah Abang. Apa saja ada, meminjam istilahnya. “Kalau tidak bawa uang tunai dalam jumlah banyak, beberapa toko memberikan kemudahan pembarayan dengan kartu kredit. Tinggal gesek,” Krisna menambahkan.

Dari papan petunjuk yang dipasang di beberapa tempat, pengunjung tinggal menyesuaikan lantai mana yang harus dituju jika memerlukan baju batik, busana wanita, busana pria, kaus, perlengkapan salat, sepatu dan tas, perlengkapan rumah, seperti gorden dan seprai, tekstil, hingga koleksi bermerek. Kalaupun terlewat membaca papan petunjuk, tak perlu khawatir. Petugas keamanan, atau petugas angkut barang, tak pelit membantu. Mereka hafal di luar kepala peruntukan masing-masing lantai.

Kerudung Manohara

Pasar Tanah Abang Blok A juga menjadi "trend setter" busana muslimah.

Pasar Tanah Abang Blok A juga menjadi "trend setter" busana muslimah.

Memasuki bangunan itu memang jauh dari bayangan banyak orang jika menyebut “pasar”. Kecuali padat, tak ada kesan kumuh, sumpek, panas, apalagi becek di kala musim penghujan layaknya pasar tradisional.

Pasar Tanah Abang Blok A yang menempati bangunan seluas 151.202 meter

Berbagai jenis masakan tradisional dapat dijumpai di "food court".

Berbagai jenis masakan tradisional dapat dijumpai di "food court".

persegi itu kini dikenal sebagai pusat perdagangan tekstil dan garmen terbesar di Indonesia. Produk-produk Tanah Abang bahkan banyak beredar di mancanegara. Harganya terjangkau. Tinggal pilih, busana muslimah bisa diperoleh mulai dari harga Rp 50.000 sampai Rp 900.000, bahkan bisa lebih dari itu. Beda lagi dengan harga grosir. Jika tidak membutuhkan banyak, satu lembar kain batik ada yang bisa diperoleh dengan harga Rp 20.000.

Selain harga terjangkau, pasar itu juga boleh disebut trend setter untuk busana muslimah. Belakangan, en- tah dari mana asal-muasal namanya, kerudung Manohara sedang jadi incaran pengunjung.

Pasar itu terdiri atas 18 lantai, dengan mesin pendingin sentral. Toko-toko menempati 12 lantai. Fasilitas 149 unit eskalator, empat unit lift (capsule), dan empat unit passenger lift biasa di tiga sisi gedung, yakni tengah, kiri, dan kanan, memudahkan pergerakan pengunjung berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya. Jika berbelanja dalam jumlah besar, tersedia fasilitas delapan unit lift barang kapasitas 1.000 dan 2.000 kilogram, untuk memudahkan pengangkutan.

Malas membawa uang tunai dari rumah? Tak perlu khawatir, karena fasilitas ATM bisa ditemukan di beberapa tempat. Toiletnya terjaga kebersihannya. Food court tersedia di lantai 8, untuk melepas lelah. Menu-menu yang ditawarkan tak jauh berbeda dengan food court di pusat-pusat perbelanjaan. Di bagian tengah, bisa dijumpai makanan khas Betawi, seperti asinan juhi, kerak telor, laksa, dan lain-lain. Selain satu lantai khusus untuk food court, pengelola menyediakan lima lantai khusus untuk parkir, yang menampung 2.000 kendaraan.

Bangunan pasar itu juga dilengkapi dengan masjid, di lantai 14, yang mampu menampung sekitar 2.000 jemaah. Masjid itu menjadi muara bukan hanya pengunjung, namun juga pemilik kios, penjaga kios, bahkan warga sekitar, yang menunaikan ibadah salat, terutama pada saat salat luhur dan asar. Begitu azan terdengar pada Jumat siang lalu, tangga berjalan dipenuhi ribuan jemaah yang hendak menunaikan salat Jumat. Selain sarana wudu, masjid itu dilengkapi fasilitas pendingin udara dan sound system.

Berbagai jenis pakaian jadi mudah didapatkan di tempat yang menjadi pusat perdagangan tekstil dan garmen terbesar di Indonesia.

Berbagai jenis pakaian jadi mudah didapatkan di tempat yang menjadi pusat perdagangan tekstil dan garmen terbesar di Indonesia.

Sejarah

Kompleks Pasar Tanah Abang merupakan salah satu objek sejarah di Ibukota. Mengutip buku 250 Tahun Pasar Tanah Abang yang diterbitkan PD Pasar Jaya pada 1982, Tanah Abang tidak terlepas dari sejarah Kota Jakarta. Memang sampai saat ini belum diketahui secara pasti asal nama Tanah Abang, karena belum ada sumber sejarah tertulis mengenai penemuan nama tersebut. Nama Tanah Abang mulai disebut-sebut pada pertengahan abad ke-17, sehingga banyak orang memperkirakan nama itu berasal dari tentara Mataram yang menyerang VOC pada 1628.

Tentara Mataram, seperti dituliskan dalam sejarah, tidak hanya melancarkan serangan dari arah lautan, namun juga mengepung kota dari arah selatan. Tentara Mataram menggunakan Tanah Abang sebagai pangkalan karena konturnya yang berbukit-bukit dengan genangan rawa-rawa di sekitarnya, yang mengalir ke Kali Krukut. Kawasan itu bertanah merah, atau abang dalam bahasa Jawa. Diperkirakan dari sana nama itu muncul.

Kawasan itu juga dikenal sebagai kawasan perdagangan ketika itu. Tingginya aktivitas ekonomi di kawasan itu mendorong Justinus Vinck, seorang pengusaha sukses, mulai membangun Pasar Tanah Abang dan Pasar Weltevreden, yang kemudian dikenal dengan Pasar Senen pada 1735. Bangunan awal Pasar Tanah Abang sangat sederhana, bilik-bilik dibuat dari bambu. Seiring perkembangan zaman, perbaikan dan peremajaan terus dilakukan. Peremajaan terakhir dilakukan pada 1975.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan merenovasi pasar itu menjadi pasar yang lebih representatif pada 2003, setelah salah satu blok pasar terbakar. Pembangunan Blok A usai pada 2005, dengan mengedepankan faktor kenyamanan dan keamanan. Sekitar 6.000 pedagang beraktivitas di sana saat ini. Aktivitas jual-beli di pasar tersebut berhasil memutarkan uang sekitar Rp 15 miliar per harinya. [A-18/M-16]

Sumber: Suara Pembaruan