TALAUD – Ada kalanya seorang wisatawan bosan dengan segala kemapanan dan keteraturan. Ada kalanya wisatawan bosan dengan pariwisata konvensional, di mana semua sudah diatur biro perjalanan, tidur di hotel berbintang, semua serba-terencana, terkemas rapih dengan aroma bisnis yang kental. Terlalu sempurna, monoton, tanpa kejutan dan mungkin tanpa tantangan.

TALAUD – Ada kalanya seorang wisatawan bosan dengan segala kemapanan dan keteraturan. Ada kalanya wisatawan bosan dengan pariwisata konvensional, di mana semua sudah diatur biro perjalanan, tidur di hotel berbintang, semua serba-terencana, terkemas rapih dengan aroma bisnis yang kental. Terlalu sempurna, monoton, tanpa kejutan dan mungkin tanpa tantangan.

Karena itulah, belakangan muncul wisata pedesaan (village tour) yang mencoba menjawab kebosanan itu. Wisata pedesaan memungkinkan wisatawan tidak bersentuhan dengan dunia luar. Tidak ada pesawat televisi, tidak ada surat kabar, tidak ada urusan bisnis. Yang ada cuma kampung, penduduk dan kehidupan keseharian yang serbasederhana dan manual.
Salah satu desa yang terbuka dan bersedia menampung wisatawan adalah desa Gemeh, di Kecamatan Gemeh, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Desa yang dekat dengan perbatasan Filipina ini tetap asli, penduduknya ramah dan keamanan terjamin.
Dari Jakarta, perjalanan ke Talaud dapat dimulai dengan pesawat terbang. Mendarat di Manado, Anda bisa melanjutkannya dengan pesawat kecil ke Melongue di Pulau Karakelang. Ini merupakan pulau terbesar di Talaud. Di Melongue, terdapat banyak speedboat sewaan, lengkap dengan juru mudi dan awaknya. Mereka siap mengantarkan Anda ke bagian mana pun di Kepulauan Talaud.
Yang ingin mencicipi petualangan lain dapat memilih jalur laut. Banyak kapal sejenis feri yang melayani pelayaran dari Pelabuhan Manado ke Talaud. Umumnya, kapal di sini berangkat sekitar pukul 18.00 WITA. Begitu keluar dari Pelabuhan Manado, atau sekitar satu jam kemudian, kapal akan terguncang disebabkan pertemuan arus selatan dan utara di sekitar Pulau Talise.
Kapal akan terus mengarah ke utara. Lihatlah ke sebelah kanan kapal sekitar pukul 22.00 WITA. Di situ ada Gunung Karangentang di Pulau Siau. Puncak Gunung Karangetang selalu berasap dan berwarna merah membara. Terakhir kali, gunung tersebut meletus pada 1976. Hingga kini, gunung itu belum meletus lagi, mungkin karena gunung itu mengalirkan laharnya secara teratur. Pemandangan ini dapat dinikmati dengan perjalanan siang hari.
Sepanjang perjalanan, kapal akan diterjang ombak yang cukup besar. Bagi yang menyukai angin dan udara laut, tempat ini sungguh mengasyikkan. Namun, bagi yang tidak suka angin dan ombak, sebaiknya minum obat antimabuk dan tidur saja di kamar. Besok pagi, sekitar pukul 10.00, kapal akan sampai di Kaburuang, pelabuhan pertama yang biasa disinggahi kapal di Kepulauan Talaud.
Kapal berada di sini sekitar satu atau dua jam untuk menurunkan barang dan penumpang. Lalu, kapal akan melanjutkan perjalanan ke Lirung untuk keperluan yang sama. Dari sana, kapal akan menuju Melongue, Rainis dan terakhir ke Beo. Dari Beo, perjalanan dilanjutkan dengan ojek karena ada jembatan yang putus antara Beo dengan Gemeh. Kelak, ojek dan penumpangnya diseberangkan dengan rakit.
Bagi yang tidak sabar, bisa saja turun di Melongue atau Lirung. Di kedua pelabuhan ini banyak terdapat speedboat yang dapat disewakan untuk langsung menuju Gemeh.
Perjalanan dari Lirung ke Gemeh dengan speedboat makan waktu sekitar empat jam.

Selamat Datang
Desa Gemeh letaknya agak terpencil di sisi barat Pulau Karakelang, pulau terbesar di Kabupaten Talaud. Gemeh tidak memiliki pelabuhan atau dermaga, kecuali pantai yang agak landai untuk pendaratan speedboat.
Di tempat ini terdapat sebuah gapura yang jika dilihat dari arah laut bertuliskan bahasa Talaud, yang jika diindonesiakan berarti ”Selamat Datang di Kampung Kami”. Sebaliknya, ketika kita hendak meninggalkan Gemeh, di balik gapura yang sama terdapat tulisan berbahasa Talaud yang jika diindonesiakan berarti “Selamat Jalan, Semoga Tuhan Menyertai Anda”.
Apakah tulisan di gapura itu sebuah basa-basi? Rasanya tidak, terutama jika Anda sudah masuk ke dalam desa dan tinggal bersama penduduknya. Setiap orang yang lebih muda mengucapkan selamat terhadap orang asing yang berpapasan di jalan.

Rumah Penduduk
Sebelum menginap di rumah penduduk, lapor dulu kepada kepala desa Gemeh. Sang kepala desar akan mengantar Anda ke rumah warga yang bersedia diinapi. Salah satunya adalah keluarga Adonis Maarisit. ”Silakan saja kalau mau menginap di sini,” kata Nyonya Adonis.
Ia hanya tinggal berdua dengan suaminya. Sementara itu, ketiga anaknya sudah keluar semua, merantau. Yang tertua merantau ke Maluku, yang kedua ke Jakarta dan yang bungsu ke Bogor. Ia memiliki tiga kamar, dua di antaranya kosong.
Dua rumah di sebelah kanan rumah Adonis adalah rumah sekaligus sekretariat Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Di rumah ini pun terdapat dua kamar kosong untuk tamu. Dengan menginap di sana, berarti Anda turut memberdayakan perekonomian pedesaan.
Kebetulan pula, di rumah ini terdapat sarana telekomunikasi semacam wartel, yakni telepon PASTI. Anda bisa menghubungi siapa pun dari sini.
Tetapi, Anda jangan berharap menemukan pesawat televisi atau surat kabar di sini. Pasalnya, listrik di sini menggunakan tenaga diesel yang disalurkan ke rumah-rumah penduduk. Listrik sering “byar-pet” sehingga membuat pesawat televisi mudah rusak. Surat kabar juga merupakan barang yang langka karena harus didatangkan dari Manado. Jadi, siap-siaplah menjadi orang yang terisolasi.

Objek Wisata
Ada beberapa objek wisata di Gemeh, yakni, makam raja Larenggam di kaki bukit di desa Arangkaa, dua kilometer dari Gemeh dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Makam tersebut sebenarnya tidak bisa dibilang makam karena jenazah diletakkan begitu saja di gua. Tengkorak kepala dikumpulkan dalam satu bak, sedangkan tulangnya berserakan. Pemandangan serupa terdapat di gua di bagian atas. Gua kedua bisa dicapai lewat jalan setapak.
Gua ini konon juga menjadi tempat bertapa bagi orang-orang yang ingin menuntut ilmu hitam atau ingin bisnisnya maju. Di luar gua terdapat kursi-kursi bambu yang menghadap ke laut lepas, Lautan Pasifik. Pemandangannya indah, anginnya segar, pasirnya putih dan lautnya jernih sehingga menimbulkan suasana tenang.
Objek wisata lainnya adalah memancing bersama penduduk dengan menggunakan perahu dayung. Penduduk desa Gemeh umumnya berprofesi ganda, yakni: petani dan nelayan. Ketika musim ombak besar, mereka bertani dan berkebun di gunung. Ketika laut sedang teduh (ombak kecil) mereka memancing atau menombak ikan.

Ikan Bakar
Renang di laut juga kegiatan yang cukup menarik karena lautnya jernih dan pasirnya putih. Bagi yang suka makan, ikan bakar rica merupakan menu yang menggiurkan, terutama bila disantap sehabis berenang. Dan ikan di daerah sini pasti segar karena baru ditangkap dari laut.
Ikan bakar dapat dikonsumsi bersama nasi, ubi atau sagu. Nasi adalah sesuatu yang agak mahal karena Talaud bukan penghasil beras. Minumannya adalah minuman keras lokal yang lazim disebut cap tikus. Kadar alkoholnya mencapai 70 persen. Tetapi, jika Anda mengharamkan minuman keras, minum saja air kelapa atau air mineral. Tidak perlu khawatir, air mineral di daerah ini sama seperti di Jakarta, yakni, Rp2.000 untuk ukuran 500 mililiter (setengah liter).
”Di desa kami, keamanan adalah nomor satu. Di desa lain, orang yang mabuk bisa berkeliaran di jalanan. Di desa ini, kami melarang mereka berkeliaran,” kata Elmer Laira, seorang aparat Kelurahan Gemeh, Kecamatan Gemeh.
Bagi yang gemar belanja, Anda dapat membeli produk-produk Filipina yang dijual bebas dengan harga yang relatif murah, terutama produk rokok dan minuman keras. Umumnya, mutu barang-barang Filipina itu masih di bawah barang-barang buatan dalam negeri. Jadi, tunggu apalagi. Datanglah ke Gemeh, sebelum Gemeh didatangi turis Asing dan menjadi sangat komersial.
(Sinar Harapan/Isyanto)