Jakarta – Sambil menyelam dua tiga pulau terlampaui. Pepatah ini rasanya pas sekali untuk melukiskan acara wisata yang digelar Tanah Tingal. Pengelola coba membuat sebuah acara terpadu bagi keluarga. Orang tua punya kesibukan, sedang anak-anak diajak bertualang yang merangsang rasa percaya diri.

Keluarga Rudyanto – Jenny Shahnaz, bersama kedua anak laki-laki mereka menghabiskan akhir pekan dengan bermain di Tingal Country. Kejenuhan rutinitas harian perlu dihapuskan saat akhir pekan dengan berada di alam terbuka. Namun syarat lokasi rekreasi yang dicari tak boleh jauh dari kota. Sebab, wisata kali ini bukan pengisi acara liburan sekolah.
Lokasi dekat di Ciputat. Tawaran aktivitas beragam pameran serta arena main anak-anak. Dari pameran anggrek, pameran bunga, pameran foto, pameran lukisan sampai pameran rekreasi alam. Untuk anak-anak, ada lima jenis permainan berbau petualangan yang disediakan pengelola, yaitu flying fox, bermain kayak, panjat dinding, meniti jembatan tali dan pamper pole. Kelimanya menuntut nyali anak-anak waktu menjajal.
Sebagai contoh, pamper pole. Dalam permainan tugas seorang anak meloncat dari papan ketinggian sambil meninju bola yang tergantung sekitar satu meter di depan. Walau sudah memakai alat pengaman, tapi nyaris seluruh peserta tak ada yang pede waktu meloncatnya. Boro-boro bisa lompat sambil meninju bola, berdiri di atas papan saja sepertinya sudah prestasi besar. Malah sebagian anak sudah gemetar waktu di ujung tangga naik ke papan lompat.
Ketakutan itu yang mengundang gemas para penonton, yang kebanyakan orang tua mereka sendiri. Sambil berteriak-teriak, para penonton berusaha menyakinkan si anak untuk melompat. Suasana meriah itu tentu saja menarik. Tapi bagi si anak inilah kesempatan menguji mental, nyali dan rasa percaya diri.
”Kami menyebut acara ini sebagai Pekan Keluarga Cinta Alam 2003. temanya, piknik keluarga, semua terlibat main, untuk kelestarian alam. Acara ini adalah yang pertama kali kami buat,” sebut Maya A. Federika, dari Tingal Country, begitu nama lain untuk pengelola agrowisata ini.
Acara ini memakai konsep wisata keluarga di akhir pekan. Tiap anggota keluarga dibuat senang. Karena itu, mata acara yang ada betul-betul ditujukan untuk memanjakan mereka, orang tua maupun anak-anak. Dari dua kali akhir pekan, 8 – 16 Maret, animo pengunjung lumayan bagus. Mereka datang dari seputar Jabotabek. ”Sebetulnya, timing-nya kurang pas. Kebanyakan anak-anak sekolah yang masih musim ulangan. Jadi harusnya bisa lebih ramai lagi,” jelas Maya. Selian itu, promosi acara juga harus diperkuat lagi.
Selain menggelar pameran anggrek dan bunga, pengelola juga membuat ajang penghargaan Boediardjo untuk anggrek spesies Indonesia. Total hadiah yang diperebutkan Rp 25 juta. Tak ketinggalan, beragam diskusi dan obrolan menarik tentang anggrek, pestisida, adenium, tanaman obat sampai dunia agribisnis.
Di sela pameran foto, beberapa pakar turut menyumbang kiat lewat acara diskusi santai. Ada kiat bidik satwa liar yang disampaikan Riza Marlon, ada juga cara motret di alam bebas oleh Makarios.

Birdwatching
Aktivitas lain yang tak kalah asyik adalah mengintip burung (birdwatching). Beragam jenis pohon di sekitar Tanah Tinggal ikut membantu para wisatawan melepaskan hasrat mengintip aktivitas bangsa aves itu. Untuk memulai, waktu paling afdol adalah pagi hari. Sebab burung-burung itu bangun untuk melakukan aktivitas awal, menyapa sekitar sembari mencari makan. Suara biduan bersayap itu mau tak mau mampu membangkitkan naluri penasaran kita. Pastinya, semua itu jadi obyek pertunjukkan yang menarik.
Karena tak mau ketinggalan, kami sudah siap sejak subuh. Udara sejuk memang sempat meninabobokan, tapi berhubung tekad sudah diubun-ubun, rasa kantuk pun segera diusir. Setelah sedikit cuci muka dan gosok gigi lalu kami bergegas menuju lapangan. Ditemani Ria Saryanthi dan Irma Susilawati dari BirdLife Indonesia, sebuah lembaga konservasi burung terdepan di Indonesia, kami memulai kesibukan. Berkutat dengan teropong, mencari sasaran pengintipan.
Ada sekitar 30 jenis burung yang bisa diamati di Tanah Tingal. Angka itu muncul setelah teman-teman BirdLife Indonesia melakukan beberapa kali pendataan. Jenisnya macam-macam, dari yang umum dijumpai sampai burung yang mulai terancam punah. ”Di sini kita masih bisa melihat dua jenis raja udang. Salah satunya termasuk endemik di Jawa,” sebut Ria Saryanthi.
Raja udang merupakan burung yang unik dan bentuk fisiknya sangat menarik diamati. Sayap burung ini berwarna biru, paruhnya merahdan bersuara nyaring. Hidup burung ini tak pernah jauh dari daerah mata air, danau atau kolam. Kehadiran raja udang bisa jadi indikator, kualitas air di daerah itu sangat bagus.Kebetulan di Tanah Tingal terdapat danau buatan yang menjadi aktivitas petualangan air.
Namun pagi itu (16/03) cuaca sekitar berkabut, burung-burung agak terlambat panas. Rupanya mereka agak malas untuk menyapa dan beraktivitas lebih awal. Maklumlah, udara dingin nan sejuk memang pandai merayu siapa saja untuk menjadi pemalas. Kalau pun ada yang nongol, jumlahnya tak banyak.
Kami pun sempat berpindah lokasi beberapa kali. Pinggir danau, lapangan parkir, belakang dapur dan kantin dan terakhir tepi kolam renang. Selama itu, kami sempat mencatat kehadiran wiwik uncuing (Cacomantis sepulcralis), elang bondol, burung cabai-cabaian, perkutut jawa (Geopelia striata), tekukur biasa (Streptopelia chinensis), merbah cerucuk (Pycnonotus goiavier), layang-layang api (Hirundo rustica)
Kata Ria Saryanthi, bila ada pengembangan, pengelola Tanah Tingal sebaiknya tak mengubah kawasan alami yang sudah ada. Misalnya saja jangan menghapus daerah basah atau becek. Biarkan daerah itu apa adanya dan tak perlu dirapikan. Pasalnya, ada jenis burung tertentu seperti kareo yang memang betah tinggal dalam kawasan becek seperti itu.
Kalau melihat kondisi sekarang, daerah ini cukup ideal untuk dijadikan wisata birdwatching. Indikatornya, banyak serangga yang bisa ditemui di sini. Artinya, kealamian sekitar masih tetap terjaga.
(Sinar Harapan/bayu dwi mardana)