Kantor yang menyatu dengan tempat pengolahan.

Kantor yang menyatu dengan tempat pengolahan.

Kebun teh sejak dua dekade belakangan ini telah menjadi salah satu pilihan bagi warga kota-kota besar, seperti Jakarta dan Bandung untuk “memburu” udara segar. Kebun Teh Pangheotan di Kebun Sukawana, Bandung Barat, bisa menjadi pilihan lokasi baru jika bosan ke Kebun Teh Gunung Mas dan Kebun Teh Malabar.

Villa Merah peninggalan administratur Belanda, disewakan untuk umum.

Villa Merah peninggalan administratur Belanda, disewakan untuk umum.

Tanaman teh menghampar bagai permadani raksasa, mengikuti kontur tanah berbukit-bukit! Kebun Teh Pangheotan memang terhampar di daerah bertopografi berbukit-bukit, dengan kemiringan lereng 10 sampai 85 derajat, di sebelah timur Gunung Burangrang dan Tangkuban Perahu.

Pemandangan itu mulai membius mata ketika memasuki kawasan Kebun Pang-heotan, Afdeling Sukawana, salah satu kebun di bawah Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Kontur tanahnya yang tajam dan terjal di beberapa bagian, mengingatkan pada pemandangan di Kebun Teh Pagilaran, Batang, Jawa Tengah.

Kesejukan terasa begitu membuka kaca kendaraan saat memasuki kawasan kebun. Bisa dimaklumi. Kebun Pang-heotan berada di ketinggian 600 meter sampai 1.250 meter di atas permukaan air laut, dengan temperatur harian 22 derajat sampai 26 derajat Celcius.

Sejauh mata memandang, hanya kehijauan yang tampak. Di sela-sela hamparan teh, bisa dijumpai pohon suren, kaliandra, sengon, akasia, atau manee, ditanam acak, yang bukan saja berfungsi sebagai “pemecah” angin, namun juga penjaga kelembapan. Manee juga berfungsi sebagai “pengusir” hama.

Di tempat-tempat tertentu, terutama di dekat kompleks perumahan administratur kebun, terlihat jajaran cemara. Pemandangan seperti itu, tampaknya menjadi ciri khas kompleks perumahan petinggi kebun peninggalan Belanda, seperti bisa dilihat di Kebun Teh Malabar dan Gunung Mas.

Daya tarik utama Pang-heotan adalah udara segar tak terbatas saat melintasi jalan-jalan setapak di antara pepohonan teh yang masih dilekati embun pagi. Sunyi. Nyaris tak ada deru kendaraan roda empat melintas, kecuali truk-truk pengangkut pemetik teh dan pengangkut teh pada jam-jam tertentu. Juga tak terdengar raung suara kendaraan roda dua, berlalu lalang seperti di jalan-jalan di kota-kota besar.

Tenang suasananya. Hanya terdengar desau pohon-pohon teh bergesekan dengan tubuh-tubuh yang melintas di sela-selanya. Suasana seperti itu yang direguk kurang lebih 250 peserta Tiwok Suara Pembaruan, Minggu, 8 November pagi.

Acara intinya memang jalan-jalan di sela-sela pepohonan teh. Tiwok, dari kata tea walk, dipopulerkan Bondan Winarno-Rudy Badil-almarhum Norman Edwin, dengan menyelenggarakan Tiwok Mutiara pada 1982. Jika biasanya orang hanya bisa menikmati pemandangan kebun teh dari jalan raya dalam perjalanan Jakarta – Bandung lewat Puncak Pass, dengan tiwok orang diajak masuk dan merasakan kesejukan kebun teh, serta melihat lekukan jalan raya dari areal kebun teh.

Acara jalan-jalan di Kebun Pangheotan dimulai pukul 09.15, diawali dari tempat penimbangan teh. Peserta jalan-jalan sekaligus bisa menyaksikan proses pengolahan teh. Dua rute dipersiapkan, sekitar empat kilo untuk rute pendek, dan sekitar delapan kilo untuk rute panjang.

Sayang sekali, beberapa lintasan terasa sangat berdebu. Selain karena lama tidak terguyur hujan, juga lintasan itu acap dipakai ajang motocross. Jejak-jejak roda motor masih bisa terlihat jelas di sana sini.

Kebun Belanda

Mereguk udara bersih di antara pepohonan teh.

Mereguk udara bersih di antara pepohonan teh.

Bagi warga Bandung dan sekitarnya, Kebun Teh Pang-heotan di Sukawana, di Kabupaten Bandung itu, memang sudah dikenal sebagai tempat refreshing karena panorama dan kesejukannya. Selain berjalan-jalan di kebun teh, warga Bandung dan sekitarnya juga memanfaatkan lokasi itu untuk kegiatan bersepeda (mountain bike).

Kebun Pangheotan di Sukawana terletak di Kampung Kancah Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Bandung Barat. Jaraknya 34 kilometer dari Kota Bandung, ke arah barat laut. Kebun Pang-heotan didirikan pada 1908 oleh Perusahaan Hindia Belanda, dan sampai dengan periode 1957, berada di bawah penguasan HIL Tiedeman & Van Kerchem, yang berkedudukan di Bandung. Membuka-buka catatan sejarah, tercatat dua administratur Belanda yang bertugas di kebun itu, yakni Jan Willem Ruyssenaers (1927 – 1941) dan Albert Johan Ruyssenaers (1941 – 1957).

Pada 1958, kebun itu dinasionalisasi menjadi milik Pemerintah RI, dengan nama Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Lama, lalu menjadi PPN Baru, PNP, dan pada 31 Juli 1971 dengan akta notaris HGS Loemban Tobing SH, berubah lagi menjadi perusahaan perseroan PT Perkebunan XII yang berkedudukan di Bandung. Sejak 11 Maret 1996, PTP XII dilebur bersama PTP XI dan PTP XIII menjadi PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII).

Kebun Teh Pangheotan dikenal sebagai penghasil teh hitam. Seperti bisa dibaca dari alamat webnya, Kebun Pang-heotan memiliki dua pabrik pengolahan teh hitam, yaitu Pabrik Teh Ortodoks Pang-heotan dengan kapasitas olah 6,5 ton teh kering per hari dan Pabrik Teh CTC Sukawana dengan kapasitas olah 2,6 ton teh kering per hari. Total kedua pabrik tersebut dapat mengolah 9,1 ton teh kering atau lebih kurang setara dengan 42 ton pucuk segar setiap harinya.

Kebun Teh Pangheotan dengan kontur berbukit-bukit.

Kebun Teh Pangheotan dengan kontur berbukit-bukit.

Suasana Pangheotan memang tidak seramai Kebun Teh Malabar. Jangan pernah membayangkan sekaligus berwisata kuliner di tempat itu, seperti di Kebun Teh Malabar. Perkebunan itu hanya menawarkan panorama asri.

Ada beberapa pilihan tempat beristirahat seusai jalan-jalan. Yang pertama di rerumputan di halaman Villa Merah. Tempat itu menawarkan pemandangan kejauhan paling baik jika cuaca cerah. Villa Merah adalah rumah peristirahatan bercat merah dengan empat kamar tidur, berkapasitas 15 orang, yang dipagari pohon cemara dan dihiasi gerumbulan kaktus raksasa di halaman depan.

Tempat kedua, rumah dua kamar, juga bercat merah, tak jauh dari pabrik pengolahan teh. Sama dengan Villa Merah, rumah itu juga dipagari cemara dan dihiasi gerumbulan kaktus raksasa di depannya.

Di rumah itu pula para peserta Tiwok Suara Pembaruan berkumpul seusai jalan-jalan di kebun teh. Namun, bukannya beristirahat, sebagian peserta yang masih punya energi untuk berjoget, mengikuti alunan lagu yang dilantunkan penyanyi dengan iringan organ tunggal. Makan siang bersama mengakhiri acara jalan-jalan di kebun teh siang itu. [Suara Pembaruan/Sotyati]